Sabtu, Desember 14, 2024

Pemikiran dan Ajaran Aswaja || Materi Kuliah ASWAJA II oleh Ustadz Dr. Shofa Robbani, Lc., MA.

 
Catatan Kuliah Daring Pada hari sabtu 14 Desember 2024.
Oleh Lamiran NIM: 230505001
Prodi HKI/FSA UNUGIRI Bojonegoro.
=====================================================

Pada tanggal 14 Desember 2024, Ustadz Dr. Shofa Robbani, Lc., MA., menyampaikan kuliah yang mendalam mengenai Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) kepada mahasiswa UNUGIRI Bojonegoro. Kuliah ini dilaksanakan secara daring dan luring, bertujuan untuk memperkuat pemahaman mahasiswa tentang kedudukan Nabi Muhammad SAW dan peran para nabi sebelumnya dalam konteks ajaran Islam.

Ahlussunnah Wal Jamaah: Landasan Pemikiran

Dalam kuliah yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Shofa Robbani, Lc., MA., konsep Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) dijelaskan sebagai pilar fundamental bagi umat Islam. Pemahaman yang mendalam tentang Aswaja sangat penting, karena ini mencerminkan tradisi Sunni yang menjadi salah satu cabang utama dalam Islam. Mari kita perdalam beberapa aspek penting dari Ahlussunnah Wal Jamaah.

Definisi dan Asal Usul Ahlussunnah Wal Jamaah

Ahlussunnah Wal Jamaah secara harfiah berarti "pengikut Sunnah (tradisi) dan Jamaah (kebersamaan)." Istilah ini merujuk pada kelompok umat Islam yang mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW, seperti yang tercantum dalam Al-Qur'an dan Sunnah, serta konsensus (ijma) para ulama.

Sejarah Ahlussunnah Wal Jamaah

Aswaja muncul sebagai respons terhadap berbagai aliran yang berkembang setelah wafatnya Nabi Muhammad. Pada awal sejarah Islam, perbedaan pendapat mengenai kepemimpinan dan interpretasi ajaran Islam mulai muncul, yang kemudian melahirkan berbagai sekte. Ahlussunnah Wal Jamaah berusaha untuk menjaga kesatuan umat Islam dengan berpegang pada prinsip-prinsip yang telah disepakati oleh mayoritas ulama.

Pilar Utama Ahlussunnah Wal Jamaah

1. Al-Qur'an sebagai Sumber Utama

Al-Qur'an dianggap sebagai wahyu Allah yang paling otoritatif. Ahlussunnah Wal Jamaah menekankan pentingnya memahami Al-Qur'an dalam konteks sejarah dan linguistik, serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pemahaman yang benar tentang Al-Qur'an menjadi dasar untuk membangun akidah yang kokoh.

2. Sunnah Nabi Muhammad

Sunnah, yang mencakup tindakan, ucapan, dan persetujuan Nabi Muhammad, menjadi sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an. Dalam Aswaja, sunnah tidak hanya dianggap sebagai pelengkap, tetapi juga sebagai penjelas dan penguat ajaran Al-Qur'an. Pengamalan sunnah dalam kehidupan sehari-hari merupakan manifestasi dari kecintaan umat kepada Nabi Muhammad.

3. Ijma (Konsensus Ulama)

Ijma merupakan kesepakatan para ulama mengenai suatu masalah hukum yang tidak ditemukan dalam Al-Qur'an atau sunnah. Dalam konteks Ahlussunnah Wal Jamaah, ijma menjadi penting sebagai sumber hukum, karena menunjukkan kesepakatan komunitas Muslim akan suatu isu. Ijma berfungsi sebagai panduan dalam menghadapi permasalahan baru yang muncul seiring perkembangan zaman.

4. Qiyas (Analogi hukum)

Qiyas sebagai Dasar Keempat Ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah

Qiyas adalah salah satu metode istinbat (pengambilan hukum) dalam Islam yang digunakan untuk mengeluarkan hukum dari sumber-sumber syariat, yaitu Al-Qur'an dan Sunnah. Dalam konteks Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja), qiyas berfungsi sebagai dasar penting yang melengkapi tiga sumber utama hukum Islam lainnya: Al-Qur'an, Sunnah, dan ijma (konsensus ulama).

 

Ahlussunnah Wal Jamaah dalam Berbagai Aspek Ajaran Islam

1. Akidah

Aswaja menekankan akidah yang berdasarkan pada kitab-kitab tauhid, seperti karya Imam Al-Ash'ari dan Imam Al-Maturidi. Dalam aspek akidah, Ahlussunnah Wal Jamaah mengajarkan pentingnya memahami sifat-sifat Allah, kenabian, dan hari kiamat dengan cara yang sesuai dengan pemahaman yang diterima oleh mayoritas umat Islam.

2. Ibadah

Dalam hal ibadah, Aswaja mengajarkan pelaksanaan ibadah yang sesuai dengan sunnah Nabi Muhammad. Ini mencakup tata cara shalat, zakat, puasa, dan haji. Ahlussunnah Wal Jamaah juga menekankan pentingnya niat yang ikhlas dalam beribadah, serta memahami makna dari setiap ibadah yang dilakukan.

3. Akhlak

Etika dan akhlak dalam Ahlussunnah Wal Jamaah sangat ditekankan. Umat Islam diajarkan untuk memiliki akhlak yang baik, mengikuti teladan Nabi Muhammad dalam berinteraksi dengan sesama. Konsep akhlak dalam Aswaja mencakup kejujuran, kesabaran, kasih sayang, dan sikap saling menghormati antar sesama.

 

Kedudukan Nabi Muhammad SAW

Dalam kuliah yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Shofa Robbani, posisi Nabi Muhammad SAW sebagai "Sayyidul Awalina wal Akhirin" (Pemimpin para nabi dan umat manusia) ditegaskan sebagai salah satu aspek paling penting dalam ajaran Islam. Pemahaman tentang kedudukan Nabi Muhammad tidak hanya sekadar pengakuan atas statusnya, tetapi juga mencerminkan peran sentralnya dalam sejarah penciptaan dan penyampaian wahyu Allah.

Sayyidul Awalina wal Akhirin

Pengertian dan Makna

Sebagai "Sayyidul Awalina wal Akhirin," Nabi Muhammad dianggap sebagai pemimpin yang tidak hanya di kalangan umat manusia, tetapi juga di antara para nabi. Gelar ini menunjukkan bahwa beliau adalah nabi terakhir dalam rangkaian nabi yang diutus oleh Allah untuk membimbing umat manusia. Dalam konteks ini, Ustadz menekankan bahwa kedudukan Nabi Muhammad bukan sekadar simbolis, tetapi memiliki implikasi nyata dalam ajaran dan praktik umat Islam.

Peran dalam Sejarah Penciptaan

Ustadz Shofa menjelaskan bahwa nur Nabi Muhammad diciptakan jauh sebelum penciptaan Nabi Adam. Hal ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad memiliki peranan yang fundamental dalam sejarah penciptaan. Nur ini diyakini sebagai cahaya yang menjadi sumber segala kebaikan dan petunjuk bagi umat manusia. Dengan demikian, posisi Nabi Muhammad dalam sejarah bukan hanya sebagai penerima wahyu, tetapi juga sebagai sumber cahaya yang memandu umat manusia menuju kebenaran.

Nur Nabi Muhammad

Konsep Nur sebagai Sumber Kebaikan

Ustadz menguraikan bahwa nur Nabi Muhammad adalah cahaya spiritual yang mengalir dari generasi ke generasi, dimulai dari Nabi Adam hingga nabi-nabi berikutnya, seperti Nabi Nuh dan Nabi Ibrahim. Cahaya ini diyakini sebagai kekuatan yang memberikan petunjuk dan kebaikan kepada umat manusia. Dalam konteks ini, nur Nabi Muhammad dianggap sebagai manifestasi dari kasih sayang Allah kepada umat manusia.

Keterhubungan dengan Para Nabi Sebelumnya

Ustadz Shofa mengaitkan bahwa penerimaan taubat Nabi Adam kepada Allah dilakukan dengan wasilah nama Muhammad. Ini menunjukkan keterhubungan yang kuat antara Nabi Muhammad dan seluruh nabi sebelumnya. Dalam ajaran Aswaja, pentingnya wasilah dalam berdoa dan bertobat menjadi sangat ditekankan. Melalui nama Nabi Muhammad, Nabi Adam dapat memohon ampunan kepada Allah, menandakan bahwa meskipun beliau adalah nabi pertama, ada hubungan spiritual yang menghubungkan seluruh nabi dengan Nabi Muhammad.

Nur sebagai Jembatan Spiritual

Konsep nur ini juga berfungsi sebagai jembatan spiritual yang menghubungkan umat manusia dengan Allah. Dalam tradisi Islam, nur Nabi Muhammad diakui sebagai cahaya yang membimbing umat dalam menjalani kehidupan sesuai dengan ajaran Allah. Dengan memahami bahwa nur ini mengalir dari Nabi ke nabi lainnya, umat Islam diajak untuk menghargai warisan spiritual yang ditinggalkan oleh para nabi, yang semuanya bermuara pada Nabi Muhammad sebagai penutup para nabi.

Syariat Nabi Muhammad sebagai Penutup

Dalam kuliah yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Shofa Robbani, pentingnya syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW sebagai syariat terakhir dan bersifat universal dijelaskan secara mendalam. Pemahaman ini sangat krusial dalam konteks ajaran Islam, karena syariat Nabi Muhammad tidak hanya mengatur aspek kehidupan umat Islam, tetapi juga menjadi pedoman yang relevan hingga akhir zaman.

Syariat Terakhir dalam Sejarah Kenabian

Konsep Syariat dalam Islam

Syariat dalam Islam merujuk pada hukum dan aturan yang ditetapkan oleh Allah untuk mengatur kehidupan umat manusia. Setiap nabi yang diutus sebelumnya membawa syariat yang sesuai dengan konteks dan kebutuhan umat mereka pada saat itu. Namun, syariat tersebut bersifat temporer dan dapat dihapus atau diganti oleh syariat nabi berikutnya.

Penutup Para Nabi

Ustadz Shofa menekankan bahwa Nabi Muhammad adalah "Khatamun Nabiyyin" (Penutup para nabi). Dengan demikian, syariat yang beliau bawa adalah yang terakhir dan tidak akan ada nabi lain yang diutus setelahnya. Hal ini memberikan kejelasan bahwa ajaran dan hukum yang dibawa oleh Nabi Muhammad adalah final dan tidak akan pernah ketinggalan zaman, sehingga umat Islam memiliki panduan yang jelas untuk mengikuti hingga hari kiamat.

Universalitas Syariat Nabi Muhammad

Diterima oleh Semua Umat

Syariat Nabi Muhammad bersifat universal karena ditujukan untuk seluruh umat manusia, bukan hanya untuk suatu bangsa atau komunitas tertentu. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman bahwa Nabi Muhammad diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil 'alamin). Ini menunjukkan bahwa ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad harus dipahami dan diterima oleh semua kalangan.

Relevansi di Berbagai Zaman

Syariat Nabi Muhammad juga dirancang untuk relevan di semua waktu dan tempat. Ini terlihat dari berbagai aspek kehidupan yang diatur dalam syariat, mulai dari ibadah, muamalah (interaksi sosial), hingga akhlak. Ustadz menjelaskan bahwa syariat ini mampu menjawab tantangan zaman dan memberikan solusi bagi berbagai masalah yang dihadapi umat manusia.

Kembalinya Nabi Isa AS

Keyakinan Akhir Zaman

Ustadz Shofa menjelaskan bahwa dalam ajaran Islam, terdapat keyakinan bahwa pada akhir zaman, Nabi Isa AS akan kembali ke dunia. Namun, yang menarik, adalah fakta bahwa ketika beliau kembali, dia akan mengamalkan syariat Nabi Muhammad, bukan syariatnya sendiri. Ini menegaskan bahwa syariat Nabi Muhammad adalah satu-satunya yang berlaku dan tidak akan tergantikan oleh syariat nabi sebelumnya.

Simbol Persatuan Umat

Kembalinya Nabi Isa AS untuk mengamalkan syariat Nabi Muhammad juga simbol persatuan umat Islam. Hal ini menunjukkan bahwa semua nabi, termasuk Nabi Isa, mengakui dan mengikuti ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Ini menciptakan kesatuan di antara umat Islam dan umat-umat lain yang percaya pada ajaran para nabi.

 

Empat Dimensi Ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah

Dalam kuliah yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Shofa Robbani, empat dimensi utama dalam Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) dijelaskan secara mendalam. Pemahaman yang komprehensif terhadap empat dimensi ini—syariat, tarekat, makrifat, dan hakikat—merupakan kunci untuk menjalani kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam. Mari kita perdalam masing-masing dimensi ini.

1. Syariat

Definisi dan Pentingnya

Syariat adalah seperangkat hukum dan peraturan yang ditetapkan oleh Allah untuk mengatur kehidupan umat Islam. Ini mencakup segala aspek kehidupan, mulai dari ibadah seperti shalat, zakat, puasa, haji, hingga muamalah (interaksi sosial) dan akhlak.

Aspek Hukum dalam Syariat

Ustadz Shofa menekankan bahwa pemahaman yang benar tentang syariat sangat penting untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Syariat memberikan panduan yang jelas dan terstruktur, sehingga umat Islam dapat menjalani hidup mereka dengan penuh keyakinan dan sesuai dengan petunjuk Allah.

Implementasi dalam Kehidupan Sehari-hari

Penerapan syariat dalam kehidupan sehari-hari mencakup:

  • Ibadah: Melaksanakan shalat dengan khusyuk, berpuasa dengan niat yang ikhlas, dan menunaikan zakat sebagai bentuk kepedulian sosial.
  • Muamalah: Berinteraksi dengan sesama dalam bisnis dan kehidupan sosial sesuai dengan etika dan prinsip-prinsip Islam, seperti kejujuran dan keadilan.
  • Akhlak: Menjalani kehidupan dengan akhlak yang baik, mengikuti teladan Nabi Muhammad dalam berinteraksi dengan orang lain.

2. Tarekat

Konsep Tarekat

Tarekat adalah jalan spiritual yang mengarahkan umat untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ini merupakan perjalanan batin yang melibatkan disiplin spiritual dan praktik-praktik tertentu.

Pentingnya Bimbingan Guru

Ustadz Shofa menjelaskan bahwa memiliki bimbingan dari seorang guru tarekat yang kompeten sangat penting. Guru tarekat berperan sebagai pembimbing dalam perjalanan spiritual, membantu murid memahami dan menjalani tarekat dengan benar. Bimbingan ini mencakup:

  • Praktik Spiritual: Meliputi dzikir, meditasi, dan praktik-praktik ritual yang mendekatkan diri kepada Allah.
  • Pendidikan Moral: Mengajarkan nilai-nilai akhlak dan etika yang harus dipegang oleh seorang pengikut tarekat.

Tujuan Tarekat

Tujuan dari tarekat adalah untuk mencapai derajat spiritual yang lebih tinggi, yaitu dapat merasakan kehadiran Allah dalam kehidupan sehari-hari. Tarekat mengajarkan pentingnya pengendalian diri, kesabaran, dan ketulusan dalam beribadah.

3. Makrifat

Definisi Makrifat

Makrifat adalah pengetahuan yang mendalam tentang hakikat Tuhan dan penciptaan. Ini lebih dari sekadar pengetahuan teoritis; makrifat melibatkan pengalaman spiritual dan pemahaman yang mendalam tentang realitas.

Peran Makrifat dalam Kehidupan

Ustadz Shofa menjelaskan bahwa makrifat membantu umat memahami tujuan kehidupan dan hubungan mereka dengan Sang Pencipta. Dalam konteks ini, makrifat menjadi jembatan bagi umat untuk:

  • Memahami Diri: Menggali potensi dan tujuan hidup masing-masing individu.
  • Mendekatkan Diri kepada Allah: Menyadari bahwa Tuhan adalah sumber segala sesuatu dan memahami sifat-sifat-Nya.

Makrifat dalam Praktik

Praktik makrifat dapat dilakukan melalui:

  • Refleksi Diri: Merenungkan ciptaan Allah, seperti alam semesta, dan memahami tanda-tanda kebesaran-Nya.
  • Ilmu Tasawuf: Mempelajari dan mengamalkan ilmu tasawuf yang mengajarkan cara mendekatkan diri kepada Allah melalui pengendalian nafsu dan peningkatan akhlak.

4. Hakikat

Konsep Hakikat

Hakikat adalah esensi dari ajaran Islam yang melampaui pemahaman lahiriah. Di sinilah umat Islam diajak untuk menyelami kedalaman spiritual dan memahami hakikat hidup yang lebih dalam.

Mengajak untuk Menyelami Kedalaman Spiritual

Ustadz Shofa menekankan bahwa hakikat mengajak umat untuk tidak hanya melihat aspek lahiriah dari ibadah dan syariat, tetapi juga mengerti makna yang lebih dalam. Ini termasuk:

  • Kesadaran Spiritual: Memahami bahwa setiap tindakan ibadah harus didasari oleh kesadaran akan kehadiran Allah.
  • Menghayati Makna Hidup: Menyadari bahwa hidup ini adalah perjalanan menuju Allah dan setiap amal perbuatan harus diarahkan untuk mencapai ridha-Nya.

Implementasi Hakikat dalam Kehidupan

Implementasi hakikat dalam kehidupan sehari-hari mencakup:

  • Kedalaman Intent: Memiliki niat yang tulus dalam setiap tindakan.
  • Penghayatan terhadap Ajaran: Mengamalkan ajaran Islam dengan penuh kesadaran akan makna dan tujuan hidup.

Pembelajaran dari Nabi Khidir dan Nabi Musa

Dalam kuliah yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Shofa Robbani, kisah Nabi Khidir dan Nabi Musa diangkat sebagai contoh penting untuk memahami ilmu hakikat. Kisah ini tidak hanya menyoroti hubungan antara kedua nabi, tetapi juga memberikan pelajaran yang mendalam tentang pentingnya pembelajaran, kesabaran, dan pemahaman hakikat dalam kehidupan spiritual.

Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir

Latar belakang

Nabi Musa, sebagai salah satu nabi besar dalam Islam, diutus oleh Allah untuk membimbing Bani Israil. Suatu ketika, Nabi Musa mendengar tentang seorang hamba Allah yang memiliki pengetahuan yang lebih dalam, yaitu Nabi Khidir. Dengan rasa ingin tahu dan kerendahan hati, Nabi Musa bertekad untuk belajar dari Nabi Khidir, meskipun ia sendiri adalah seorang nabi.

Perintah untuk Belajar

Ustadz Shofa menjelaskan bahwa ketika Nabi Musa meminta izin untuk belajar dari Nabi Khidir, ini menunjukkan sikap terbuka dan rendah hati. Meskipun Nabi Musa memiliki kedudukan tinggi dan diakui sebagai pemimpin umat, ia tidak merasa ragu untuk mencari ilmu dari orang lain. Ini menunjukkan bahwa dalam perjalanan spiritual, kesediaan untuk belajar dari siapapun, termasuk dari orang yang dianggap lebih rendah, adalah sangat penting.

Signifikansi Ilmu Hakikat

Kesadaran akan Keterbatasan

Kisah ini memiliki signifikansi yang mendalam mengenai ilmu hakikat. Meskipun Nabi Musa adalah nabi yang diberi wahyu dan mukjizat, ia tetap menyadari keterbatasannya dalam memahami hakikat kehidupan. Ustadz menekankan bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh Nabi Khidir tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga meliputi pengalaman dan pemahaman yang lebih dalam tentang makna kehidupan.

Ilmu Hakikat vs. Ilmu Syariat

Ustadz Shofa menjelaskan bahwa ilmu hakikat dan syariat saling melengkapi. Syariat memberikan pedoman dan aturan yang jelas untuk diikuti, sedangkan hakikat membawa pemahaman lebih dalam tentang tujuan di balik praktik-praktik ibadah.

  1. Ilmu Syariat: Mengatur hubungan manusia dengan Allah dan sesama. Ini mencakup hukum-hukum Islam, tata cara ibadah, dan etika sosial.
  2. Ilmu Hakikat: Menyelami makna di balik setiap tindakan dan ibadah, memahami tujuan hidup, dan merasakan kehadiran Allah dalam setiap aspek kehidupan.

Pentingnya Belajar Sepanjang Hayat

Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir menggarisbawahi pentingnya sikap belajar sepanjang hayat. Umat Islam diajak untuk terus mencari ilmu, baik itu dalam aspek syariat maupun hakikat. Ini menunjukkan bahwa tidak ada batasan dalam pencarian pengetahuan, dan setiap orang, terlepas dari status atau kedudukannya, harus memiliki sikap terbuka untuk belajar dari pengalaman dan pengetahuan orang lain.

Pembelajaran Praktis

Kesediaan untuk Belajar

Dari kisah ini, umat Islam diajarkan untuk:

  • Menerima Pembelajaran: Tidak merasa malu untuk meminta bimbingan dari orang lain, bahkan jika mereka berada dalam posisi yang lebih rendah.
  • Menghargai Pengetahuan: Memahami bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan pengetahuan yang berharga, yang dapat memperkaya pemahaman kita tentang kehidupan.

Penerapan dalam Kehidupan Sehari-hari

Ustadz Shofa menekankan bahwa pembelajaran dari kisah ini harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari:

  • Keterbukaan untuk Menerima Masukan: Bersikap terbuka terhadap kritik dan saran dari orang lain, serta siap untuk belajar dari pengalaman mereka.
  • Menggabungkan Ilmu Syariat dan Hakikat: Mengamalkan syariat dengan penuh kesadaran akan makna dan tujuan hidup, serta memahami bahwa setiap tindakan ibadah harus didasari oleh niat yang tulus dan pemahaman yang mendalam.

Kesimpulan

  1. Konsep Ahlussunnah Wal Jamaah merupakan landasan pemikiran yang sangat penting bagi umat Islam. Dengan berpegang pada Al-Qur'an, Sunnah, dan ijma para ulama, Ahlussunnah Wal Jamaah memberikan panduan yang jelas dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam. Hal ini sangat relevan di tengah perbedaan yang ada di kalangan umat Islam, sebagai upaya untuk menjaga kesatuan dan keharmonisan dalam beragama.
  2. Dengan pemahaman yang mendalam tentang Aswaja, diharapkan umat Islam dapat menjalani hidup sesuai dengan nilai-nilai yang telah ditetapkan oleh Nabi Muhammad dan para ulama, serta menjadi pribadi yang bermanfaat bagi masyarakat dan umat manusia secara keseluruhan. 
  1. Kedudukan Nabi Muhammad SAW sebagai "Sayyidul Awalina wal Akhirin" dan konsep nurnya adalah aspek fundamental dalam ajaran Islam. Pemahaman tentang peran Nabi Muhammad dalam sejarah penciptaan dan penyampaian wahyu Allah tidak hanya memperkuat akidah umat Islam, tetapi juga memberikan panduan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mengakui keterhubungan antara Nabi Muhammad dan nabi-nabi sebelumnya, umat Islam diajak untuk lebih menghargai nilai-nilai spiritual dan petunjuk yang diberikan oleh Allah melalui para nabi-Nya.
  2. Kuliah ini menekankan pentingnya meneladani sifat-sifat baik Nabi Muhammad dan menerapkan ajaran-ajarannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga umat dapat menjalani hidup dengan penuh makna dan tujuan, sesuai dengan petunjuk dari Sang Pencipta. 
  1. Syariat Nabi Muhammad sebagai penutup dalam sejarah kenabian memiliki makna yang sangat dalam. Tidak hanya sebagai aturan dan hukum, tetapi juga sebagai pedoman hidup yang bersifat universal dan abadi. Dengan memahami bahwa syariat ini akan tetap berlaku hingga akhir zaman, umat Islam diharapkan dapat menjalani hidup dengan penuh kesadaran bahwa mereka mengikuti petunjuk yang telah ditetapkan oleh Allah melalui Nabi Muhammad.
  2. Kuliah ini menjadi pengingat bagi umat Islam untuk terus belajar, memahami, dan menerapkan syariat Nabi Muhammad dalam kehidupan sehari-hari, serta menghormati warisan para nabi sebelumnya sebagai bagian dari perjalanan panjang keimanan yang membentuk akidah dan praktik Islam saat ini. 
  1. Pemahaman terhadap empat dimensi ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah—syariat, tarekat, makrifat, dan hakikat—merupakan fondasi penting bagi umat Islam untuk menjalani kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam. Dengan memahami dan mengamalkan keempat dimensi ini, umat diharapkan dapat mencapai kedamaian, kebahagiaan, dan kedekatan yang lebih dalam dengan Allah, serta menjadi pribadi yang bermanfaat bagi masyarakat. Kuliah ini mengajak kita untuk terus belajar dan mendalami ajaran-ajaran Islam secara komprehensif, agar dapat menjalani hidup dengan penuh makna dan tujuan yang jelas. 
  1. Kisah Nabi Khidir dan Nabi Musa mengajarkan kita bahwa pencarian ilmu adalah bagian integral dari perjalanan spiritual seorang Muslim. Kesediaan untuk belajar dari orang lain, termasuk mereka yang dianggap lebih rendah, menunjukkan sikap rendah hati dan kesadaran akan keterbatasan diri.
  2. Ustadz Dr. Shofa Robbani menekankan bahwa ilmu hakikat dan syariat harus dipahami dan diamalkan secara bersamaan. Dengan mengintegrasikan keduanya, umat Islam dapat menjalani kehidupan yang lebih bermakna dan mendalam, serta lebih dekat dengan Allah. Kuliah ini mengajak kita untuk terus mengeksplorasi ilmu dan memperdalam pemahaman kita tentang hakikat kehidupan, sehingga dapat menjalani hidup yang sesuai dengan ajaran Islam secara komprehensif.

Sabtu, November 30, 2024

KECERDASAN DAN PENGARUHNYA DALAM PEMBELAJARAN



PSIKOLOGI BELAJAR PAI
KECERDASAN DAN PENGARUHNYA DALAM PEMBELAJARAN
Oleh: Lamiran.
Fakuktas Tarbiyah Prodi Pendidikan Agama Islam.
STIT Muhammadiyah Bojonegoro.

PENDAHULUAN

1.Pengertian kecerdasan

Kecerdasan (Inteligensi)secara umum dipahami pada dua tingkat yakni :
Kecerdasan sebagai suatu kemampuan untuk memahami informasi yang membentuk pengetahuan dan kesadaran.
Kecerdasan sebagai kemampuan untuk memproses informasi sehingga masalah-masalah yang kita hadapi dapat dipecahkan (problem solved) dan dengan demikian pengetahuan pun bertambah. Jadi mudah dipahami bahwa kecerdasan adalah pemandu bagi kita untuk mencapai sasaran-sasaran kita secara efektif dan efisien.

Dengan kata lain, orang yang lebih cerdas, akan mampu memilih strategi pencapaian sasaran yang lebih baik dari orang yang kurang cerdas. Artinya orang yang cerdas mestinya lebih sukses dari orang yang kurang cerdas. Yang sering membingungkan ialah kenyataan adanya orang yang kelihatan tidak cerdas (sedikitnya di sekolah) kemudian tampil sukses, bahkan lebih sukses dari dari rekan-rekannya yang lebih cerdas, dan sebaliknya.

2. Macam-macam kecerdasan
Setiap orang memilki kecerdasan yang berbeda. Prof. Howard Gardener seorang ahli riset dari Amerika mengembangkan model kecerdasan "multiple intelligence". Multiple intelligence artinya bermacam-macam kecerdasan. Ia mangatakan bahwa setiap orang memilki bermacam-macam kecerdasan, tetapi dengan kadar pengembangan yang berbeda. Yang di maksud kecerdasan menurut Gardener adalah suatu kumpulan kemampuan atau keterampilan yang dapat ditumbuhkembangkan.

Menurut Howard Gardener dalam setiap diri manusia ada 8 macam kecerdasan, yaitu:
1. Kecerdasan linguistik
2. Kecerdasan logik matematik
3. Kecerdasan visual dan spasial
4. Kecerdasan musik
5. Kecerdasan interpersonal
6. Kecerdasan intrapersonal
7. Kecerdasan kinestetik
8. Kecerdasan naturalis

1. KECERDASAN LINGUISTIK
Kecerdasan linguistik adalah kemampuan untuk menggunakan kata-kata secara efektif, baik secara lisan maupun tulisan. Kecerdasan ini mencakup kepekaan terhadap arti kata, urutan kata, suara, ritme dan intonasi dari kata yang di ucapkan. Termasuk kemampuan untuk mengerti kekuatan kata dalam mengubah kondisi pikiran dan menyampaikan informasi.

2. KECERDASAN LOGIK MATEMATIK
Kecerdasan logik matematik ialah kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah. Ia mampu memikirkan dan menyusun solusi (jalan keluar) dengan urutan yang logis (masuk akal). Ia suka angka, urutan, logika dan keteraturan. Ia mengerti pola hubungan, ia mampu melakukan proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir deduktif artinya cara berpikir dari hal-hal yang besar kepada hal-hal yang kecil. Proses berpikir induktif artinya cara berpikir dari hal-hal yang kecil kepada hal-hal yang besar.

3. KECERDASAN VISUAL DAN SPASIAL
Kecerdasan visual dan spasial adalah kemampuan untuk melihat dan mengamati dunia visual dan spasial secara akurat (cermat). Visual artinya gambar, spasial yaitu hal-hal yang berkenaan dengan ruang atau tempat. Kecerdasan ini melibatkan kesadaran akan warana, garis, bentuk, ruang, ukuran dan juga hubungan di antara elemen-elemen tersebut. Kecerdasan ini juga melibatkan kemampuan untuk melihat obyek dari berbagai sudut pandang.

4. KECERDASAN MUSIK
Kecerdasan musik adalah kemampuan untuk menikmati, mengamati, membedakan, mengarang, membentuk dan mengekspresikan bentuk-bentuk musik. Kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap ritme, melodi dan timbre dari musik yang didengar. Musik mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan kemampuan matematika dan ilmu sains dalam diri seseorang.

Telah di teiliti di 17 negara terhadap kemampuan anak didik usia 14 tahun dalam bidang sains. Dalam penelitian itu ditemukan bahwa anak dari negara Belanda, Jepang dan Hongaria mempunyai prestasi tertinggi di dunia. Saat di teliti lebih mendalam ternyata ketiga negara ini memasukkan unsur ini ke dalam kurikulum mereka. Selain itu musik juga dapat menciptakan suasana yang rileks namun waspada, dapat membangkitkan semangat, merangsang kreativitas, kepekaan dan kemampuan berpikir. Belajar dengan menggunakan musik yang tepat akan sangat membantu kita dalam meningkatkan daya ingat.

5. KECERDASAN INTERPERSONAL
Kecerdasan interpersonal ialah kemampuan untuk mengamati dan mengerti maksud, motivasi dan perasaan orang lain. Peka pada ekpresi wajah, suara dan gerakan tubuh orang lain dan ia mampu memberikan respon secara efektif dalam berkomunikasi. Kecerdasan ini juga mampu untuk masuk ke dalam diri orang lain, mengerti dunia orang lain, mengerti pandangan, sikap orang lain dan umumnya dapat memimpin kelompok.

6. KECERDASAN INTRAPERSONAL
Kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan yang berhubungan dengan kesadaran dan pengetahuan tentang diri sendiri. Dapat memahami kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Mampu memotivasi dirinya sendiri dan melakukan disiplin diri. Orang yang memilki kecerdasan ini sangat menghargai nilai (aturan-aturan) etika (sopan santun) dan moral.

7. KECERDASAN KINESTETIK
Kecerdasan kinestetik ialah kemampuan dalam menggunakan tubuh kita secara terampil untuk mengungkapkan ide, pemikiran dan perasaan. Kecerdasan ini juga meliputi keterampilan fisik dalam bidang koordinasi, keseimbangan, daya tahan, kekuatan, kelenturan dan kecepatan.

8. KECERDASAN NATURALIS
Kecerdasan naturalis adalah kemampuan untuk mengenali, membedakan, mengungkapkan dan membuat kategori terhadap apa yang di jumpai di alam maupun lingkungan. Intinya adalah kemampuan manusia untuk mengenali tanaman, hewan dan bagian lain dari alam semesta.



BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengaruh kecerdasan dalam pembelajaran
Sebagaimana telah di uraikan bahwa kecerdasan adalah pemandu bagi kita untuk mencapai sasaran-sasaran kita secara efektif dan efisien, dalam proses perkembangan dan kehidupan anak sehari-hari tampak adanya perbedaan kemampuan dalam melakukan aktifitas-aktifitas dam menyelesaikan masalah.

Pada umumnya anak yang memiliki kecerdasan yang tinggi akan mampu dengan cepat dan berhasil dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas-tugas, tetapi sebaliknya anak yang kurang atau rendah kecerdasannya pada umumnya kurang mampu sehingga lambat atau sulit dan kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Tingkat kecerdasan Si anak akan mempengaruhi tingkat kemampuan anak dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas. Tingkat kecerdasan anak juga akan mempengaruhui tempo dan taraf kualitas penyelesain masalah atau tugas.

Oleh karena itu, di sekolah kecerdasan anak juga akan mempengaruhi tempo belajar dan kualitas prestasi hasil belajar mereka. Cepat lambatnya tempo belajar siswa dalam menerima dan menyerap pelajaran di pengaruhu tingkat kecerdasannya, demikian pula tinggi rendahnya prestasi hasil belajar yang di capai siswa juga sanagat tergantung kepada taraf kecerdasannya.

Kecerdasan seseorang memainkan peranan yang penting dalam kehidupan, akan tetapi kehidupan adalah sangat komplek. Kecerdasan bukan satu-satunya faktor yang menentukan sukses tidaknya kehidupan seseorang.



2. Cara mengenali potensi kecerdasan pada diri seseorang
Ada baiknya kita menjajaki jenis kecerdasan kita sendiri mana yang sudah berkembang dan mana yang belum. Dari delapan kecerdasan (intelligence) tersebut, manakah yang menjadi keunggulan anda dan mana yang belum anda gunakan secara maksimal?. Dengan mengetahui bahwa anda memilki kelebihan atau kekurangan pada kecerdasan tertentu, anda akan dapat berbenah diri dan meningkatakn kemampuan anda. Untuk bisa mengetahui lebih jelas mana kecerdasan anda yang lebih dominan dan menjadi kekuatan anda, tidak ada salahnya menjawab pertanyaan berikut ini.

1. LINGUISTIK
  1. Anda senang bermain dengan kata-kata. Anda menikmati puisi. Anda suka mendengarkan cerita.
  2. Anda membaca apa saja; buku, majalah, surat kabar dan bahkan label produk.
  3. Anda merasa mudah dan percaya diri mengekspresikan diri anda baik secara lisan maupun tulisan. Contohnya, anda pintar dalam berkomunikasi dan pintar dalam menceritakan atau menulis mengenai sesuatu hal.
  4. Anda suka membumbui percakapan anda dengan hal-hal menarik yang baru saja anda baca atau dengar.
  5. Anda suka mengerjakan teka-teki silang,bermain scrable atau bermain puzzle. Anda dapat mengeja dengan sangat baik.
  6. Anda memilki perbendaharan kata yang sangat baik sehingga kadang orang harus meminta anda menjelasakan arti kata yang anda gunakan.
  7. Anda suka menggunakan kata yang tepat untuk setiap situasi.
  8. Di sekolah anda lebih menyukai mata pelajaran seperti bahasa inggris, sejarah dan ilmu sosial.
  9. Anda menyadari pentingnya membangun perbendaharaan kata.
  10. Anda suka menghadapi perdebatan atau argumentasi secara lisan dan dapat memberikan penjelasan yang terarah dan jelas.
  11. Anda senang "berpikir dengan mengucapkan apa yang anda pikirkan", menyelesaikan masalah dengan bebicara, menjelaskan solusi dan mengajukan pertanyaan.
  12. Anda merasa sangat mudah menyerap informasi dengan mendengarkan radio, kaset atau kuliah. Anda sangat mudah mengingat kata-kata.

2. LOGIKA MATEMATIKA
  1. Anda senang bekerja dengan angka dan dapat melakukan perhitungan mental (mencongak).
  2. Anda tertarik dengan kemajuan teknologi dan gemar melakukan percobaan untuk melihat cara kerja sesuatu hal.
  3. 3. Anda merasa mudah melakukan perencanaan keuangan. Anda menetapkan target dalam bentuk angka dalam bisnis dan hidup anda.
  4. Anda senang menyiapkan jadwal perjalanan secara terperinci. Anda sering menyiapkan, memberi nomor dan menetapkan suatu daftar kerja (to-do-list).
  5. Anda senang dengan permainan, puzzle atau sesuatu yang membutuhkan kemampuan berpikir logis dan statistis seperti permainan cheker atau catur.
  6. Anda cenderung mengenali kesalahan logika atas apa yang orang ucapkan atau lakukan.
  7. Matematika dan fisika (science) merupakan sebagian dari mata pelajaran yang sangat anda sukai.
  8. Anda dapat menemukan contoh khusus untuk mendukung suatu pandangan umum dan senang menganalisis situasi dan argumentasi.
  9. Anda senang melakukan suatu pendekatan sistematis, step-by-step dalam memecahkan suatu masalah.
  10. Anda suka menemukan pola dan hubungan antara suatu obyek atau angka.
  11. Anda perlu meggolongkan, mengelompokkan atau menghitung untuk bisa menghargai hubungan antara satu hal dengan hal lainnya.

3. VISUAL DAN SPASIAL
  1. Anda menyukai seni, menikmati lukisan dan patung.
  2. Anda memilki citra rasa yang baik akan warna.
  3. Anda cenderung menyukai pencatatan secara visual dengan menggunakan kamera atau handycam.
  4.  Anda bisa menulis dengan cepat saat anda mencatat atau berpikir mengenai sesuatu. Anda dapat menggambar dengan cukup baik.
  5. Anda merasa mudah membaca peta atau melakukan navigasi, anda memilki kemampuan mengerti arah yang baik.
  6. Anda menikmati permainan seperti puzzle.
  7. Anda senang membongkar sesuatu dan memasang kembali dengan baik.
  8. Anda dapat menyusun peralatan dan mengikuti instruksi dengan baik.Di sekolah,
  9. Anda menyukai pelajaran seperti ilmu ukur ruang.
  10. Anda sering menjelaskan apa yang ada dalam pikiran anda dengan menggunakan diagram atau gambar dan anda dapat membaca diagram (chart) dengan mudah.
  11. Anda dapat melihat (memvisualisasi) suatu hal dari beberapa sudut pandang.
  12. Anda suka membaca bahan bacaan yang di lengkapi dengan banyak gambar.

4. MUSIK
  1. Anda dapat memainkan alat musik.
  2. Anda dapat menyanyi sesuai dengan tinggi rendahnya kunci nada.
  3. Anda biasanya dapat mengingat sebuah irama hanya dengan mendengarkan beberapa kali saja.
  4. Anda sering mendengarkan musik. Anda bahkan kadang kala menghadiri konser musik. Anda suka -bahkan butuh- mendengarkan lagu sambil anda bekerja.
  5. Anda mengikuti irama musik dengan baik dan tanpa sadar mengetuk-ngetukkan jari anda mengikuti irama lagu itu.
  6. Anda dapat membedakan suara berbagai alat musik yang berbeda.
  7. Lagu iklan sering muncul dalam pikiran anda (sering anda ingat).
  8. Anda tidak dapat membayangkan hidup tanpa musik. Anda menemukan bahwa musik membangkitkan suatu emosi dan kenangan atau gambaran saat anda mendengarkan musik itu.
  9. Anda sering bersiul atau mengeluarkan suara "hmm...hmmm" mengikuti irama lagu.
  10. Anda sering menggunakan irama untuk mengingat sesuatu, misalnya nomor telepon.

5. INTERPERSONAL
  1. Anda senang bekerja sama dengan orang lain dalam suatu kelompok atau komite.
  2. Anda lebih suka belajar kelompok dari pada belajar sendiri.
  3. Orang sering kali datang kepada anda untuk meminta nasihat. anda adalah orang penuh simpati.
  4. Anda lebih suka team sport seperti basket, soffball, sepak bola dari pada individual seperti renang dan lari.
  5. Anda menyukai permainan yang melibatkan orang lain seperti bridge dan monopoli.
  6. Anda suka berkumpul dengan orang lain (menghadiri pesta, perkumpulan dan lain-lai).
  7. Anda mempunyai beberapa kawan yang sangat dekat.
  8. Anda dapat berkomunikasi dengan baik dan dapat membantu menyelesaikan pertikaian.
  9. Anda tidak segan-segan untuk mengambil kepemimpinan, menunjukkan pada orang lain bagaimana melakukan sesuatu.
  10. Anda lebih suka memecahkan suatu masalah dengan orang lain dari pada harus memikirkan dan memecahkan masalah itu sendiri.

6. INTRAPERSONAL
  1. Anda memiliki buku harian untuk mencatat pikiran anda yang sangat dalam dan pribadi.
  2. Anda serimg menyendiri untuk memikirkan dan memecahkan masalah itu sendiri.
  3. Anda menetapkan tujuan anda.
  4. Anda adalah seorang pemikir independen (mandiri). Anda tahu pikiran anda dan anda memutuskan sendiri keputusan anda.
  5. Anda mempunyai hobi atau kesenangan yang bersifat pribadi yang tidak banyak anda bagikan atau ungkapkan kepada orang lain.
  6. Anda suka memancing dan memanjat gunung seorang diri. Anda senang dengan kesendirian anda.
  7. Ide anda mengenai liburan yang baik adalah dengan menghabiskan waktu di puncak gunung atau tempat yang sepi, daripada ke hotel berbintang lima.
  8. Anda mempunyai pandangan yang realistis mengenai kekuatan dan kelemahan anda.
  9. Anda tertarik untuk menghadiri seminar pengembangan diri atau pernah melakukan konseling untuk belajar lebih banyak mengenai diri anda sendiri.
  10. Anda senang bekerja untuk diri anda sendiri atau telah dengan sangat serius berpikir untuk melakukan usaha sendiri.
7. KINESTETIK
  1. Anda gemar berolahraga atau melakukan kegiatan fisik.
  2. Anda cakap dalam melakukan sesuatu seorang diri.
  3. Anda senang memikirkan persoalan sambil aktif dalam kegiatan fisik seperti berjalan atau lari.
  4. Anda tidak keberatan jika diminta untuk menari.
  5. Setiap kali anda pergi ke pusat hiburan atau permainan, anda senang dengan permainan yang sangat menantang dan "mengerikan" secara fisik seperti jet coaster.
  6. Anda suka menangani sesuatu secara fisik. Anda suka memegang atau mencoba sesuatu agar benar-benar mengerti.
  7. Pelajaran di sekolah yang anda sukai adalah olahraga atau kerajinan tangan.
  8. Anda menggunakan gerakan tangan atau bahasa tubuh anda untuk mengekspresikan diri anda.
  9. Anda menyukai permainan yang melibatkan fisik dengan anak-anak, misalnya bermain sambil berguling-guling atau saling tarik menarik.
  10. Anda lebih suka mempelajari hal baru langsung dengan mempraktekkannya daripada sekadar membaca manual atau menonton video yang menjelaskan hal itu.

8. NATURALIS
  1. Anda senang memelihara atau menyukai hewan.
  2. Anda dapat mengenali dan membedakan nama berbagai jenis pohon, bunga dan tanaman.
  3. Anda tertarik dan memilki pengetahuan yang cukup mengenai bagaimana tubuh bekerja -di mana letak organ tubuh yang penting- dan anda mengerti akan kesehatan.
  4. Anda tahu jalur atau jalan setapak, sarang burung dan hewan liar lainnya saat anda berjalan di alam dan anda bisa "membaca" cuaca.
  5. Anda dapat membayangkan diri anda sebagai seorang petani atau mungkin anda suka memancing.
  6. Anda suka berkebun dan mengenal efek dari pergantian musim.
  7. Anda mengerti dan tertarik dengan topik lingkungan global.
  8. Anda mengikuti perkembangan astronomi, mengerti asal muasal terjadinya alam semesta dan evolusi kehidupan.
  9. Anda tertarik pada masalah sosial, psikologi dan motivasi manusia.
  10. Anda beranggapan bahwa perlindungan sumber daya alam dan mencapai cita-cita merupakan dua hal yang sangat penting di zaman sekarang.


BAB III
PENUTUP

1.Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Kecerdasan merupakan suatu kemampuan untuk memahami informasi yang membentuk pengetahuan dan kesadaran, kecerdasan adalah pemandu bagi kita untuk mencapai sasaran-sasaran kita secara efektif dan efisien.
Sedangkan yang di maksud kecerdasan menurut Gardener adalah suatu kumpulan kemampuan atau keterampilan yang dapat ditumbuhkembangkan dan macamnya ada 8 kecerdasan, yaitu:
1. Kecerdasan linguistik
2. Kecerdasan logik matematik
3. Kecerdasan visual dan spasial
4. Kecerdasan musik
5. Kecerdasan interpersonal
6. Kecerdasan intrapersonal
7. Kecerdasan kinestetik
8. Kecerdasan naturalis.

Cepat lambatnya tempo belajar siswa dalam menerima dan menyerap pelajaran di pengaruh tingkat kecerdasannya, demikian pula tinggi rendahnya prestasi hasil belajar yang di capai siswa juga sangat tergantung kepada taraf kecerdasannya.

Adapun cara mengenali potensi kecerdasan seseorang ada berbagai macam dan di antaranya sebagaimana yang di contohkan di atas yakni dengan menjawab permasalaha-permasalan yang di ajukan, dan dari hasil jawaban yang di dapatkan . seseorang bisa mengetahui bahwa dia memilki kelebihan atau kekurangan pada kecerdasan tertentu, dan selanjutnya dapat berbenah diri dan meningkatkan kemampuannya.


MAROJI’


1. MULTIPLE INTELEGENCE (KECERDASAN MAJEMUK)
Rengganis_spd_sh@yahoo.com
Rabu, 2007 Juli 18
2. Multiple Intelligence August 20, 2007 listysan , info@wikimu.com
3. Multiple Intelligence Kamis, 19-04-2007 09:11:45
oleh: Slamet Riyadi.info@wikimu.com
4. Abdul Rahman shaleh, PSIKOLOGI Suatu Pengantar dalam perspektif islam, KENCANA PRENADA MEDIA GROUP.

DALIL-DALIL IJTIHADI

Oleh: Lamiran
Fakultas Tarbiyah Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Muhammadiyah Bojonegoro.

BAB I
PEMBUKAAN


1. Dalil Ijtihadi Ushul Fiqh

Pada pembahasan ini akan diterangkan dalil-dalil ijtihadi, yaitu dalil-dalil yang bukan berasal dari nash, tetapi berasal dari dalil-dalil akal, namun tidak terlepas dan ada hubungannya dengan asas-asas pokok agama Islam yang terdapat dalam nash. Adapun di antara dalil-dalil tersebut adalah:

  • Maslahat Mursalah.
  • Al ‘Urf.
  • Syar’u manqoblana.
  • Istishab.
  • Sa’dudz dzari’ah.

BAB II
PEMBAHASAN


I. Mashlahat Mursalah
1. Pengertian
Mashlahat mursalah yaitu suatu kemaslahatan yang tidak disinggung oleh syara' dan tidak pula terdapat dalil-dalil yang menyuruh untuk mengerjakan atau meninggalkannya, sedang jika dikerjakan akan mendatangkan kebaikan yang besar atau kemaslahatan. Mashlahat mursalah disebut juga mashlahat yang mutlak.

Karena tidak ada dalil yang mengakui kesahan atau kebatalannya. Jadi membentuk hukum dengan cara mashlahat mursalah semata-mata untuk mewujudkan kemaslahatan manusia dengan arti untuk mendatangkan manfaat dan menolak kemudharatan dan kerusakan bagi manusia. Kemaslahatan manusia itu mempunyai tingkat-tingkatan. Tingkat pertama lebih utama dari tingkat kedua dan tingkat yang kedua lebih utama dari tingkat yang ketiga. Tingkat-tingkatan itu, ialah:

1) Tingkat pertama yaitu tingkat dhurari, tingkat yang harus ada. Tingkat ini terdiri atas lima tingkat pula, tingkat pertama lebih utama dari yang kedua, yang kedua lebih utama dari yang ketiga dan seterusnya. Tingkat-tingkat itu ialah:

  • Memelihara agama;
  • Memelihara jiwa;
  • Memelihara akal;
  • Memelihara keturunan; dan
  • Memelihara harta.

2) Tingkat yang kedua adalah tingkat yang diperlukan (haji).
3) Tingkat ketiga, ialah tingkat tahsini.

Diantara contoh mashlahat mursalah ialah usaha Khalifah Abu Bakar mengumpulkan al-Qur'an yang terkenal dengan jam'ul Qur'an. Pengumpulan al-Qur'an ini tidak disinggung sedikitpun oleh syara', tidak ada nash yang memerintahkan dan tidak ada nash yang melarangnya. Setelah terjadi peperangan Yamamah banyak para penghafal al-Qur'an yang mati syahid (± 70 orang). Umar bin Khattab melihat kemaslahatan yang sangat besar pengumpulan al-Qur'an itu, bahkan menyangkut kepentingan agama (dhurari). Seandainya tidak dikumpulkan, dikhawatirkan aI-Qur'an akan hilang dari permukaan dunia nanti. Karena itu Khalifah Abu Bakar menerima anjuran Umar dan melaksanakannya.


Dalam mengistinbatkan hukum, sering kurang dibedakan antara qiyas, istihsan dan mashlahat mursalah. Pada qiyas ada dua peristiwa atau kejadian, yang pertama tidak ada nashnya, karena itu belum ditetapkan hukumnya, sedang yang kedua ada nashnya dan telah ditetapkan hukumnya. Pada istihsan hanya ada satu peristiwa, tetapi ada dua dalil yang dapat dijadikan sebagai dasarnya.

Dalil yang pertama lebih kuat dari yang kedua. tetapi karena ada sesuatu kepentingan dipakailah dalil yang kedua. Sedang pada mashlahat mursalah hanya ada satu peristiwa dan tidak ada dalil yang dapat dijadikan dasar untuk menetapkan hukum dari peristiwa itu, tetapi ada suatu kepentingan yang sangat besar jika peristiwa itu ditetapkan hukumnya. Karena itu ditetapkanlah hukum berdasar kepentingan itu.
Imam al-Ghazali menggunakan istilah istishlah sebagai kata yang sama artinya dengan mashlahat mursalah.

2. Dasar hukum
Para ulama yang menjadikan mashlahat mursalah sebagai salah satu dalil syara', menyatakan bahwa dasar hukum mashlahat mursalah, ialah:

1) Persoalan yang dihadapi manusia selalu tumbuh dan berkembang, demikian pula kepentingan dan keperluan hidupnya. Kenyataan menunjukkan bahwa banyak hal-hal atau persoalan yang tidak terjadi pada masa Rasulullah SAW, kemudian timbul dan terjadi pada masa-masa sesudahnya, bahkan ada yang terjadi tidak lama setelah Rasulullah SAW meninggal dunia. Seandainya tidak ada dalil yang dapat memecahkan hal-hal yang demikian berarti akan sempitlah kehidupan manusia. Dalil itu ialah dalil yang dapat menetapkan mana yang merupakan kemaslahatan manusia dan mana yang tidak sesuai dengan dasar-dasar umum dari agama Islam. Jika hal itu telah ada, maka dapat direalisir kemaslahatan manusia pada setiap masa, keadaan dan tempat.

2) Sebenarnya para sahabat, tabi'in, tabi'it tabi'in dan para ulama yang datang sesudahnya telah melaksanakannya, sehingga mereka dapat segera menetapkan hukum sesuai dengan kemaslahatan kaum muslimin pada masa itu. Khalifah Abu Bakar telah mengumpulkan aI-Qur'an, Khalifah Umar telah menetapkan talak yang dijatuhkan tiga kali sekaligus jatuh tiga, padahal pada masa Rasulullah SAW hanya jatuh satu, Khalifah Utsman telah memerintahkan penulisan aI-Qur'an dalam satu mushaf dan Khalifah Ali pun telah menghukum bakar hidup golongan Syi'ah Radidhah yang memberontak, kemudian diikuti oleh para ulama yang datang sesudahnya.

3. Obyek mashlahat mursalah
Yang menjadi obyek mashlahat mursalah, ialah kejadian atau peristiwa yang perlu ditetapkan hukumnya, tetapi tidak ada satupun nash (al-Qur'an dan Hadits) yang dapat dijadikan dasarnya. Prinsip ini disepakati oleh kebanyakan pengikut madzhab yang ada dalam fiqh, demikian pernyataan Imam al-Qarafi ath-Thufi dalam kitabnya Mashalihul Mursalah menerangkan bahwa mashlahat mursalah itu sebagai dasar untuk menetapkan hukum dalam bidang mu'amalah dan semacamnya. Sedang dalam soal-soal ibadah adalah Allah untuk menetapkan hukumnya, karena manusia tidak sanggup mengetahui dengan lengkap hikmah ibadat itu. Oleh sebab itu hendaklah kaum muslimin beribadat sesuai dengan ketentuan-Nya yang terdapat dalam al-Qur'an dan Hadits.
Menurut Imam al-Haramain: Menurut pendapat Imam asy-Syafi'i dan sebagian besar pengikut Madzhab Hanafi, menetapkan hukum dengan mashlahat mursalah harus dengan syarat, harus ada persesuaian dengan mashlahat yang diyakini, diakui dan disetujui oleh para ulama.

II. Al-‘Urf

1. Pengertian
'Urf ialah sesuatu yang telah dikenal oleh masyarakat dan merupakan kebiasaan di kalangan mereka baik berupa perkataan maupun perbuatan. Oleh sebagian ulama ushul fiqh, 'urf disebut adat (adat kebiasaan). Sekalipun dalam pengertian istilah tidak ada perbedaan antara 'urf dengan adat (adat kebiasaan).

Sekalipun dalam pengertian istilah hampir tidak ada perbedaan pengertian antara 'urf dengan adat, namun dalam pemahaman biasa diartikan bahwa pengertian 'urf lebih umum dibanding dengan pengertian adat, karena adat disamping telah dikenal oleh masyarakat, juga telah biasa dikerjakan di kalangan mereka, seakan-akan telah merupakan hukum tertulis, sehingga ada sanksi-sanksi terhadap orang yang melanggarnya.


Seperti dalam salam (jual beli dengan pesanan) yang tidak memenuhi syarat jual beli. Menurut syarat jual beli ialah pada saat jual beli dilangsungkan pihak pembeli telah menerima barang yang dibeli dan pihak penjual telah menerima uang penjualan barangnya. Sedang pada salam barang yang akan dibeli itu belum ada wujudnya pada saat akad jual beli dilakukan, baru ada dalam bentuk gambaran saja. Tetapi karena telah menjadi adat kebiasaan dalam masyarakat, bahkan dapat memperlancar arus jual beli, maka salam itu dibolehkan.

Dilihat sepintas lalu, seakan-akan ada persamaan antara ijma' dengan 'urf, karena keduanya sama-sama ditetapkan secara kesepakatan dan tidak ada yang menyalahinya. Perbedaannya ialah pada ijma' ada suatu peristiwa atau kejadian yang perlu ditetapkan hukumnya. Karena itu para mujtahid membahas dan menyatakan kepadanya, kemudian ternyata pendapatnya sama. Sedang pada 'urf bahwa telah terjadi suatu peristiwa atau kejadian, kemudian seseorang atau beberapa anggota masyarakat sependapat dan melaksanakannya.

Hal ini dipandang baik pula oleh anggota masyarakat yang lain, lalu mereka mengerjakan pula. Lama-kelamaan mereka terbiasa mengerjakannya sehingga merupakan hukum tidak tertulis yang telah berlaku diantara mereka. Pada ijma' masyarakat melaksanakan suatu pendapat karena para mujtahid telah menyepakatinya, sedang pada 'urf, masyarakat mengerjakannya karena mereka telah biasa mengerjakannya dan memandangnya baik.

2. Macam-macam 'urf
'Urf dapat dibagi atas beberapa bagian. Ditinjau dari segi sifatnya. 'urf terbagi kepada:

a. 'Urf qauli
Ialah 'Urf yang berupa perkataan' seperti perkataan walad, menurut bahasa berarti anak, termasuk di dalamnya anak laki-laki dan anak perempuan. Tetapi dalam percakapan sehari-hari biasa diartikan dengan anak laki-laki saja. Lahmun, menurut bahasa berarti daging termasuk di dalamnya segala macam daging, seperti daging binatang darat dan ikan Tetapi dalam percakapan sehari-hari hanya berarti binatang darat saja tidak termasuk di dalamnya daging binatang air (ikan).


b. 'Urf amali
Ialah 'urf yang berupa perbuatan. Seperti jual beli dalam masyarakat tanpa mengucapkan shighat akad jual beli. Padahal menurut syara', shighat jual beli itu merupakan salah satu rukun jual beli. Tetapi karena telah menjadi kebiasaan dalam masyarakat melakukan jua beli tanpa shighat jual beli dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diingini, maka syara' membolehkannya.
Ditinjau dari segi diterima atau tidaknya 'urf, terbagi atas:

a. 'Urf shahih
Ialah 'urf yang baik dan dapat diterima karena tidak bertentangan dengan syara'. Seperti mengadakan pertunangan sebelum melangsungkan akad nikah, dipandang baik, telah menjadi kebiasaan dalam masyarakat dan tidak bertentangan dengan syara'.

b. 'Urf asid
Ialah 'urf yang tidak baik dan tidak dapat diterima, karena bertentangan dengan syara'. Seperti kebiasaan mengadakan sesajian untuk sebuah patung atau suatu tempat yang dipandang keramat. Hal ini tidak dapat diterima, karena berlawanan dengan ajaran tauhid yang diajarkan agama Islam.
Ditinjau dari ruang lingkup berlakunya, 'urf terbagi kepada:

a. 'Urf 'âm
Ialah 'urf yang berlaku pada suatu tempat, masa dan keadaan, seperti memberi hadiah (tip) kepada orang yang telah memberikan jasanya kepada kita, mengucapkan terima kasih kepada orang yang telah membantu kita dan sebagainya.
Pengertian memberi hadiah di sini dikecualikan bagi orang-orang yang memang menjadi tugas kewajibannya memberikan jasa itu dan untuk pemberian jasa itu, ia telah memperoleh imbalan jasa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada, seperti hubungan penguasa atau pejabat dan karyawan pemerintah dalam urusan yang menjadi tugas kewajibannya dengan rakyat/masyarakat yang dilayani, sebagai mana ditegaskan oleh Hadits Nabi Muhammad SAW:

Artinya:
"Barangsiapa telah memberi syafa'at (misalnya jasa) kepada saudaranya berupa satu syafa'at (jasa), maka orang itu memberinya satu hadiah lantas hadiah itu dia terima, maka perbuatannya itu berarti ia telah mendatangi/memasuki satu pintu yang besar dari pintu-pintu riba.
Hadits ini menjelaskan hubungan penguasa/sultan dengan rakyatnya.

b. 'Urf khash
Ialah 'urf yang hanya berlaku pada tempat, masa atau keadaan tertentu saja. Seperti mengadakan halal bi halal yang biasa dilakukan oleh bangsa Indonesia yang beragama Islam pada setiap selesai menunaikan ibadah puasa bulan Ramadhan, sedang pada negara-negara Islam lain tidak dibiasakan.

3. Dasar hukum 'urf.
Para ulama sepakat bahwa 'urf shahih dapat dijadikan dasar hujjah selama tidak bertentangan dengan syara'. Ulama Malikiyah terkenal dengan pernyataan mereka bahwa amal ulama Madinah dapat dijadikan hujjah, demikian pula ulama Hanafiyah menyatakan bahwa pendapat ulama Kufah dapat dijadikan dasar hujjah.

Imam Syafi'i terkenal dengan qaul qadim dan qaul jadidnya. Ada suatu kejadian tetapi beliau menetapkan hukum yang berbeda pada waktu beliau masih berada di Mekkah (qaul qadim) dengan setelah beliau berada di Mesir (qaul jadid). Hal ini menunjukkan bahwa ketiga madzhab itu berhujjah dengan 'urf. Tentu saja 'urf fasid tidak mereka jadikan sebagai dasar hujjah.

4. Kaidah-kaidah yang berhubungan dengan 'urf Diantara kaidah-kaidah fiqhiyah yang berhubungan dengan 'urf ialah:


a. Artinya:
"Adat kebiasaan itu dapat ditetapkan sebagai hukum."

b.
Artinya: "Perbuatan manusia yang telah tetap dikerjakannya wajib beramal dengannya."

c. Artinya:
"Tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan hukum (berhuhungan) dengan perubahan masa."

III. Syar'un Man Qablana
1. Pengertian dan dasar hukum
Yang dimaksud dengan syar'un man qablana, ialah syari'at yang dibawa para rasul dahulu, sebelum diutus Nabi Muhammad SAW yang menjadi petunjuk bagi kaum yang mereka diutus kepadanya, seperti syari'at Nabi Ibrahim AS, syari'at Nabi Musa AS, syari'at Nabi Daud AS, syari'at Nabi Isa AS dan sebagainya.

Pada asas syari'at yang diperuntukkan Allah SWT bagi umat-umat dahulu mempunyai asas yang sama dengan syari'at yang diperuntukkan bagi umat Nabi Muhammad SAW, sebagaimana dinyatakan pada firman Allah SWT:

Artinya:
"Dia (Allah) telah menerangkan kepadamu sebagian (urusan) agama, apa yang Ia wajibkan kepada Nuh dan yang Kami wajibkan kepadamu dan apa yang Kami wajibkan kepada Ibrahim, Musa dan lsa, (yaitu) hendaklah kamu tetap menegakkan (urusan) agama itu dan janganlah kamu bercerai berai padanya..." (asy-Syûra: 13)

Diantara asas yang sama itu ialah yang berhubungan dengan konsepsi ketuhanan, tentang hari akhirat, tentang qadla dan qadar, tentang janji dan ancaman Allah dan sebagainya. Mengenai perinciannya atau detailnya ada yang sama dan ada yang berbeda, hal ini disesuaikan dengan keadaan, masa dan tempat.

Dalam pada itu ada pula syari'at umat yang dahulu itu sama namanya, tetapi berbeda pelaksanaannya dengan syari'at Nabi Muhammad SAW, seperti puasa (lihat surat al-Baqarah: 183), hukuman qishash (lihat surat al-Mâidah: 32) dan sebagainya.

2. Macam-macam syar'un man qablana
Sesuai dengan ayat di atas, kemudian dihubungkan antara syari'at Nabi Muhammad SAW dengan syari'at umat-umat sebelum kita, maka ada tiga macam bentuknya, yaitu:
a. Syari'at yang diperuntukkan bagi umat-umat yang sebelum kita; tetapi aI-Qur'an dan Hadits tidak menyinggungnya, baik membatalkannya atau menyatakan berlaku pula bagi umat Nabi Muhammad SAW.
b. Syari'at yang diperuntukkan bagi umat-umat yang sebelum kita, kemudian dinyatakan tidak berlaku bagi umat Nabi Muhammad SAW.
c. Syari'at yang diperuntukkan bagi umat-umat yang sebelum kita, kemudian al-Qur'an dan Hadits menerangkannya kepada kita.

Mengenai bentuk ketiga, yaitu syari'at yang diperuntukkan bagi umat-umat yang sebelum kita, kemudian diterangkan kepada kita al-Qur'an dan Hadits, para ulama berbeda pendapat. Sebagian ulama Hanafiyah, sebagian ulama Malikiyah, sebagian ulama Syafi'iyah dan sebagian ulama Hanabilah berpendapat bahwa syari'at itu berlaku pula bagi umat Nabi Muhammad SAW.

Berdasarkan inilah golongan Nafifiyah berpendapat bahwa membunuh orang dzimmi sama hukumnya dengan membunuh orang Islam. Mereka menetapkan hukum itu berdasar ayat 45 Surat aI-Mâidah. Mengenai pendapat golongan lain ialah menurut mereka dengan adanya syari'at Nabi Muhammad SAW, maka syari'at yang sebelumnya dinyatakan mansukh/tidak berlaku lagi hukumnya.

Mengenai bentuk kedua, para ulama tidak menjadikannya sebagai dasar hujjah, sedang bentuk pertama ada ulama yang menjadikannya sebagai dasar hujjah, selama tidak bertentangan dengan syari'at Nabi Muhammad SAW.

IV. Istishhab
1. Pengertian
Istishhab menurut bahasa berarti "mencari sesuatu yang ada hubungannya." Menurut istilah ulama ushul fiqh, ialah tetap berpegang kepada hukum yang telah ada dari suatu peristiwa atau kejadian sampai ada dalil yang mengubah hukum tersebut. Atau dengan perkataan lain, ialah menyatakan tetapnya hukum pada masa yang lalu, sampai ada dalil yang mengubah ketetapan hukum itu.

Menurut Ibnu Qayyim, istishhab ialah menyatakan tetap berlakunya hukum yang telah ada dari suatu peristiwa, atau menyatakan belum adanya hukum suatu peristiwa yang belum pernah ditetapkan hukumnya. Sedang menurut asy-Syathibi, istishhab ialah segala ketetapan yang telah ditetapkan pada masa yaang lampau dinyatakan tetap berlaku hukumnya pada masa sekarang.

Dari pengertian istishhab yang dikemukakan para ulama di atas, dipahami bahwa istishhab itu, ialah:
1) Segala hukum yang telah ditetapkan pada masa lalu, dinyatakan tetap berlaku pada masa sekarang, kecuali kalau telah ada yang mengubahnya.
2) Segala hukum yang ada pada masa sekarang, tentu telah ditetapkan pada masa yang lalu.

Contoh istishhah
a. Telah terjadi perkawinan antara laki-laki A dengan perempuan B, kemudian mereka berpisah dan berada di tempat yang berjauhan selama 15 tahun. Karena telah lama berpisah itu maka B ingin kawin dengan laki-laki C. Dalam hal ini B belum dapat kawin dengan C karena ia telah terikat tali perkawinan dengan A dan belum ada perubahan hukum perkawinan mereka walaupun mereka telah lama berpisah. Berpegang dengan hukum yang telah ditetapkan, yaitu tetap sahnya perkawinan antara A dan B, adalah hukum yang ditetapkan dengan istishhab. b. Menurut firman Allah SWT:
Artinya:
"Dia (Allah)lah yang menjadikan semua yang ada di bumi untukmu (manusia)." (al-Baqarah: 29)
Dihalalkan bagi manusia memakan apa saja yang ada di muka bumi untuk kemanfaatan dirinya, kecuali kalau ada yang mengubah atau mengecualikan hukum itu. Karena itu ditetapkanlah kehalalan memakan sayur-sayuran dan binatang-binatang selama tidak ada yang mengubah atau mengecualikannya.

2. Dasar hukum istishhab
Dari keterangan dan contoh-contoh di atas dapat diambil kesimpulan bahwa sebenarnya istishhab itu bukanlah suatu cara menetapkan hukum (thuruqul isthinbath), tetapi ia pada hakikatnya adalah menguatkan atau menyatakan tetap berlaku suatu hukum yang pernah ditetapkan karena tidak ada yang mengubah atau yang mengecualikannya.

Pernyataan ini sangat diperlukan, untuk menjaga jangan sampai terjadi penetapan hukum yang berlawanan antara yang satu dengan yang lain, seperti dipahami dari contoh-contoh di atas. Seandainya si B boleh kawin dengan si C, tentulah akan terjadi perselisihan antara A dan C atau akan terjadi suatu keadaan pengaburan batas antara yang sah dengan yang tidak sah (batal) dan antara yang halal dengan yang haram.

Karena itulah ulama Hanafiyah menyatakan bahwa sebenarnya istishhab itu tidak lain hanyalah untuk mempertahankan hukum yang telah ada, bukan untuk menetapkan hukum yang baru. Istishhab bukanlah merupakan dasar atau dalil untuk menetapkan hukum yang belum tetap, tetapi ia hanyalah menyatakan bahwa telah pernah ditetapkan suatu hukum dan belum ada yang mengubahnya. Jika demikian halnya istishhab dapat dijadikan dasar hujjah.

Sebagian besar mengikuti Madzhab Hanafi, Madzhab Maliki, Madzhab Syafi'i, Madzhab Hambali dan Madzhab Dzahiri berhujjah dengan istishhab, hanya terdapat perbedaan pendapat dalam pelaksanaannya, seperti pernyataan Abu Zaid, salah seorang ulama Madzhab Hanafi istishhab itu hanya dapat dijadikan dasar hujjah untuk menolak ketetapan yang mengubah ketetapan yang telah ada, bukan untuk menetapkan hukum baru.

Jika diperhatikan proses terjadi atau perubahan undang-undang dalam suatu negara atau keputusan pemerintah, maka istishhab ini adalah kaidah yang selalu diperhatikan oleh setiap pembuat undang-undang atau peraturan.

3. Macam-macam istishhab
Dari istishhab itu dibuat kaidah-kaidah fiqhiyah yang dapat dijadikan dasar untuk mengisthimbathkan hukum. Ditinjau dari segi timbulnya kaidah-kaidah itu istishhab dapat dibagi kepada:

a. Istishhab berdasar penetapan akal
Berdasarkan ayat 29 surat al-Baqarah di atas, maka dapat ditetapkan suatu ketentuan umum bahwa semua yang diciptakan Allah SWT di bumi ini adalah untuk keperluan dan kepentingan manusia yang dapat digunakan sebagai sarana dalam melaksanakan tugas sebagai khalifah Allah di muka bumi. Jika demikian halnya maka segala sesuatu itu pada asasnya mubah (boleh) digunakan, dimanfaatkan atau dikerjakan oleh manusia.

Hal ini berarti bahwa hukum mubah itu tetap berlaku sampai ada dalil syara' yang mengubah atau mengecualikannya. Seperti sebelum turunnya ayat 90 surat al-Mâidah, kaum muslimin dibolehkan meminum khamar setelah turun ayat tersebut diharamkan meminum khamar. Dengan demikian ayat tersebut mengecualikan khamar dari benda-benda lain yang dibolehkan meminumnya.
Dari istishhab macam ini diciptakan kaidah-kaidah berikut:

1. Artinya:
"(Menurut hukum) asal(nya) segala sesuatu itu mubah (boleh dikerjakan)."


2. Artinya:
"(Menurut hukum) asal(nya) manusia itu bebas dari tanggungan."


3. Artinya: "(Menurut hukum) asal(nya) tidak ada tanggungan."


b. Istishhab berdasarkan hukum syara'
Sesuai dengan ketetapan syara' bahwa apabila telah terjadi akad nikah yang dilakukan oleh seorang laki-Iaki dengan seorang perempuan dan akad itu lengkap rukun-rukun dan syarat-syaratnya, maka kedua suami isteri itu halal atau boleh (mubah) hukumnya melakukan hubungan sebagai suami-isteri.

Ketetapan mubah ini telah berlaku selama mereka tidak pernah bercerai) walaupun mereka telah lama berpisah dan selama itu pula si isteri dilarang kawin dengan laki-laki lain. Menyatakan bahwa hukum syara' itu tetap berlaku bagi kedua suami-isteri itu, pada hakikatnya mengokohkan hukum syara' yang pernah ditetapkan.
Dari istishhab macam ini diciptakan kaidah-kaidah:


1. Artinya: "(Hukum yang ditetapkan dengan) yakin itu tidak akan hilang (hapus) oleh (hukum yang ditetapkan dengan) ragu-ragu."


2. Artinya: "(Menurut hukum) asal (nya) ketetapan hukum yang telah ada, berlaku, menurut keadaan adanya, hingga ada ketetapan yang mengubahnya."


3. Artinya: "(Menuru hukum) asal (nya) ketetapan hukum yang telah ada berlaku menurut keadaan adanya, hingga ada dalil yang mengubahnya."


V. Saddudz Dzari’ah
1. Pengertian saddudz dzarî'ah

Saddudz dzarî'ah terdiri atas dua perkara yaitu saddu dan dzarî'ah. Saddu berarti penghalang, hambatan atau sumbatan, sedang dzarî'ah berarti jalan. Maksudnya, menghambat atau menghalangi atau menyumbat semua jalan yang menuju kepada kerusakan atau maksiat.

Tujuan penetapan hukum secara saddudz dzarî'ah ini ialah untuk memudahkan tercapainya kemaslahatan atau jauhnya kemungkinan terjadinya kerusakan, atau terhindarnya diri dari kemungkinan perbuatan maksiat. Hal ini sesuai dengan tujuan ditetapkan hukum atas mukallaf, yaitu untuk mencapai kemaslahatan dan menjauhkan diri dari kerusakan.

Untuk mencapai tujuan ini syari'at menetapkan perintah-perintah dan larangan-larangan. Dalam memenuhi perintah dan menghentikan larangan itu, ada yang dapat dikerjakan secara langsung dan ada pula yang tidak dapat dilaksanakan secara langsung, perlu ada hal yang harus dikerjakan sebelumnya.
Inilah yang dimaksud dengan kaidah:
Artinya: "Semua yang menyempurnakan perbuatan wajib, maka ia tiada lain hanyalah wajib pula."

Sebagai contoh ialah kewajiban mengerjakan shalat yang lima waktu. Seseorang baru dapat mengerjakan shalat itu bila telah belajar shalat terlebih dahulu, tanpa belajar ia tidak akan dapat mengerjakannya. Dalam hal ini tampak bahwa belajar shalat itu tidak wajib. Tetapi karena ia menentukan apakah kewajiban itu dapat dikerjakan atau tidak, sangat tergantung kepadanya. Berdasarkan hal ini ditetapkanlah hukum wajib belajar shalat, sebagaimana halnya hukum shalat itu sendiri.

Demikian pula halnya dengan larangan. Ada perbuatan itu yang dilarang secara langsung dan ada yang dilarang secara tidak langsung. Yang dilarang secara langsung, ialah seperti minum khamar, berzina dan sebagainya. Yang dilarang secara tidak langsung seperti membuka warung yang menjual minum khamar, berkhalwat antara laki-laki dan perempuan yang tidak ada hubungan mahram.

Menjual khamar pada hakikatnnya tidak dilarang, tetapi perbuatan itu membuka pintu yang menuju pada minum khamar, maka perbuatan itu dilarang. Demikian pula halnya dengan berkhalwat yang dapat membuka jalan kepada perbuatan zina, maka iapun dilarang. Dengan menetapkan hukumnya sama dengan perbuatan yang sebenarnya, maka tertutuplah pintu atau jalan yang menuju kearah perbuatan-perbuatan maksiat.

2. Dasar hukum saddudz dzarî'ah
Dasar hukum dari saddudz dzarî'ah ialah aI-Qur'an dan Hadits, yaitu:


a. Firman Allah SWT:


Artinya: "Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan." (al-An'âm: 108)

Mencaci berhala tidak dilarang Allah SWT, tetapi ayat ini melarang kaum muslimin mencaci dan menghina berhala, karena larangan ini dapat menutup pintu ke arah tindakan orang-orang musyrik mencaci dan memaki Allah secara melampaui batas.


b. Dan firman Allah SWT:
Artinya: "...Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan..." (an-Nûr: 31)

Wanita menghentakkan kakinya sehingga terdengar gemerincing gelang kakinya tidaklah dilarang, tetapi karena perbuatan itu akan menarik hati laki-Iaki lain untuk mengajaknya berbuat zina, maka perbuatan itu dilarang pula sebagai usaha untuk menutup pintu yang menuju kearah perbuatan zina.


c. Nabi Muhammad SAW bersabda:

Artinya: "Ketahuilah, tanaman Allah adalah (perbuatan) maksiat yang (dilakukan) keadaan-Nya. Barangsiapa menggembalakan (ternaknya) sekitar tanaman itu, ia akan terjerumus ke dalamnya." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menerangkan bahwa mengerjakan perbuatan yang dapat mengarah kepada perbuatan maksiat lebih besar kemungkinan akan terjerumus mengerjakan kemaksiatan itu daripada kemungkinan dapat memelihara diri dari perbuatan itu. Tindakan yang paling selamat ialah melarang perbuatan yang mengarah kepada perbuatan maksiat itu.

3. Obyek saddudz dzarî'ah
Perbuatan yang mengarah kepada perbuatan terlarang ada kalanya:
1) Perbuatan itu pasti menyebabkan dikerjakannya perbuatan terlarang.
2) Perbuatan itu mungkin menyebabkan dikerjakannya perbuatan terlarang.

Macam yang pertama tidak ada persoalan dan perbuatan ini jelas dilarang mengerjakannya sebagaimana perbuatan itu sendiri dilarang. Macam yang kedua inilah yang merupakan obyek saddudz dzarî'ah, karena perbuatan tersebut sering mengarah kepada perbuatan dosa. Dalam hal ini para ulama harus meneliti seberapa jauh perbuatan itu rnendorong orang yang melakukannya untuk rnengerjakan perbuatan dosa.

Dalam hal ini ada tiga kemungkinan, yaitu:
1. Kemungkinan besar perbuatan itu menyebabkan dikerjakannya perbuatan terlarang.
2. Kemungkinan kecil perbuatan itu menyebabkan dikerjakannya perbuatan terlarang.
3. Sama kemungkinan dikerjakannya atau tidak dikerjakannya perbuatan terlarang.
Yang no. 1 disebut dzarî'ah qawiyah (jalan yang kuat), sedang no. 2 dan 3 disebut dzarî'ah dha'ifah (jalan yang lemah).

BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan

Dari keterangan di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa dalil-dalil ijtihadi yaitu dalil-dalil yang bukan berasal dari nash, tetapi berasal dari dalil-dalil akal, namun tidak terlepas dan ada hubungannya dengan asas-asas pokok agama Islam yang terdapat dalam nash. Di antara dalil tersebut adalah:
  1. Maslahat.
  2. Mursalah.
  3. Al ‘Urf.
  4. Syar’u manqoblana.
  5. Istishab.Sa’dudzari’ah.

Mashlahat mursalah yaitu suatu kemaslahatan yang tidak disinggung oleh syara' dan tidak pula terdapat dalil-dalil yang menyuruh untuk mengerjakan atau meninggalkannya, sedang jika dikerjakan akan mendatangkan kebaikan yang besar atau kemaslahatan.


Pada mashlahat mursalah hanya ada satu peristiwa dan tidak ada dalil yang dapat dijadikan dasar untuk menetapkan hukum dari peristiwa itu, tetapi ada suatu kepentingan yang sangat besar jika peristiwa itu ditetapkan hukumnya. Karena itu ditetapkanlah hukum berdasar kepentingan itu. Mashlahat mursalah itu sebagai dasar untuk menetapkan hukum dalam bidang mu'amalah dan semacamnya. Sedang dalam soal-soal ibadah Allah telah menetapkan hukumnya, karena manusia tidak sanggup mengetahui dengan lengkap hikmah ibadat itu.


Obyek mashlahat mursalah, ialah kejadian atau peristiwa yang perlu ditetapkan hukumnya, tetapi tidak ada satupun nash (al-Qur'an dan Hadits) yang dapat dijadikan dasarnya.
'Urf ialah sesuatu yang telah dikenal oleh masyarakat dan merupakan kebiasaan di kalangan mereka baik berupa perkataan maupun perbuatan.

'Urf dapat dibagi atas beberapa bagian. Jika ditinjau dari segi sifatnya. 'urf terbagi kepada 'Urf qauli dan 'Urf amali . Ditinjau dari segi diterima atau tidaknya 'Urf, terbagi atas 'Urf shahih dan 'Urf fasid. Sedangkan bila ditinjau dari ruang lingkup berlakunya, 'Urf terbagi kepada Urf 'âm dan 'Urf khash.


Syar'un man qablana, ialah syari'at yang dibawa para rasul dahulu, sebelum diutus Nabi Muhammad SAW yang menjadi petunjuk bagi kaum yang mereka diutus kepadanya, seperti syari'at Nabi Ibrahim AS, syari'at Nabi Musa AS, syari'at Nabi Daud AS, syari'at Nabi Isa AS dan sebagainya. ada tiga macam bentuknya, yaitu:
a. Syari'at yang diperuntukkan bagi umat-umat yang sebelum kita; tetapi aI-Qur'an dan Hadits tidak menyinggungnya, baik membatalkannya atau menyatakan berlaku pula bagi umat Nabi Muhammad SAW.
b. Syari'at yang diperuntukkan bagi umat-umat yang sebelum kita, kemudian dinyatakan tidak berlaku bagi umat Nabi Muhammad SAW.
c. Syari'at yang diperuntukkan bagi umat-umat yang sebelum kita, kemudian al-Qur'an dan Hadits menerangkannya kepada kita.


Istishhab menurut bahasa berarti "mencari sesuatu yang ada hubungannya." Menurut istilah ulama ushul fiqh, ialah tetap berpegang kepada hukum yang telah ada dari suatu peristiwa atau kejadian sampai ada dalil yang mengubah hukum tersebut. Ditinjau dari segi timbulnya kaidah-kaidah itu istishhab dapat dibagi kepada Istishhab berdasar penetapan akal dan Istishhab berdasarkan hukum syara' .


Saddudz dzarî'ah terdiri atas dua perkara yaitu saddu dan dzarî'ah. Saddu berarti penghalang, hambatan atau sumbatan, sedang dzarî'ah berarti jalan. Maksudnya, menghambat atau menghalangi atau menyumbat semua jalan yang menuju kepada kerusakan atau maksiat.


Tujuan penetapan hukum secara saddudz dzarî'ah ini ialah untuk memudahkan tercapainya kemaslahatan atau jauhnya kemungkinan terjadinya kerusakan, atau terhindarnya diri dari kemungkinan perbuatan maksiat.


Obyek saddudz dzarî'ah adalah segala perbuatan yang mengarah kepada perbuatan terlarang, ada kalanya Perbuatan itu pasti menyebabkan dikerjakannya perbuatan terlarang dan ada kalanya Perbuatan itu mungkin menyebabkan dikerjakannya perbuatan terlarang.

Sekian

MAROJI’

On line Search Engine:

  1. MAKALAH USUL FIQIH, http://makalah-geratis.blogspot.com/ di ambil pada 2 Juni 2009.
  2. ALIRAN-ALIRAN USUL FIQIH, http:// nieujik.blogspot.com di ambil pada 2 Juni 2209.
    Nasuha, A. Chozin, EPISTEMOLOGI USHUL FIQH, Di Ambil dari http://www.dipertais.net Pada 2 Juni 2009.
  3. Agustianto, Ushul Fiqh dan Ulama Ekonomi Syariah, di ambil dari http://agustianto.niriah.com/ Pada 2 juni 2009
  4. Baharuddin, Ahmad,.Problematika Rekonstruksi Ushul Fiqh, Di ambil dari http://fk-baiquni.goodforum.net pada 2 Juni 2009.

Buku:

  1. Asymawi, Muhammad Sa’id al., Al-Islam al-Siyasiy, Kairo, 1992, Sina Li al-Nasyr.
  2. Bisri, Cik Hasan, Model Penelitian Fiqh, Jilid I, Jakarta, Edisi Pertama,2003, Prenada Media.
  3. Buwaithiy, Muhammad Said Ramadlan, Dlawabith al-Mashlahah Fi al-Syafiat al-slamiyah, Beirut, Cet. Ke 5, 1990 M., 1410 H., Muassasah al-Risalah.
  4. Ibrahim Abu Sulaiman, Abdulwahhab, Al-Fikr al-Ushuliy, Cet. Ke I, Jeddah, 1993, 1403 H., Dar al-Syuruq.
  5. Raziy, Abu Abdillah Muhammad ibn Umar ibn Husain al., Al-Mahshul fi Ilm al-Usul . Beirut . Dar al-Kutub al-Arabiyah.
  6. Sa’di, al-Iraqi, Abdulhakim abdurrahman, al., Mabahits al-Illat fi al-Qiyas ‘ind al-UShuliyyin, Beirut, Pect. Ke I, 1982 M-1406 H., Dar al-Basyair al-Islaiyah.