Jumat, Januari 23, 2015

HIKMAH MENYANTUNI KAUM DHUAFA

A. Surah Al Isra 26-27
Dalam upaya menanamkan kepekaan untuk saling tolong-menolong tersebut, kita dapat membiasakan diri dengan menginfakkan atau memberikan sebagian rezeki yang kita peroleh meskipun sedikit.
1. Asbabun Nuzul
Khusus pada ayat 26-27 pada surah Al Isra ini memiliki asbabun nuzul yang diriwayatkan oleh At Tabrani yang bersumber dari Abu Sa’id Al Khudri dan dalam riwayat ini oleh Ibnu Marduwin yang bersumber dari Ibnu Abbas
bahwa ketika turun ayat ini, Rasululah SAW memberikan tanah di Fadak (tanah yang diperoleh Rasulullah dari pembagian ganimah atau rampasan perang) kepada Fatimah
2. Bacaan Surah Al Isra Ayat 26-27
( ٢٦‏) ﻭَﺀَﺍﺕِ ﺫَﺍ ﭐﻟۡﻘُﺮۡﺑَﻰٰ ﺣَﻘَّﻪُ ۥ ﻭَﭐﻟۡﻤِﺴۡﻜِﻴﻦَ ﻭَﭐﺑۡﻦَ ﭐﻟﺴَّﺒِﻴﻞِ ﻭَﻟَﺎ ﺗُﺒَﺬِّﺭۡ ﺗَﺒۡﺬِﻳﺮًﺍ
ﺇِﻥَّ ﭐﻟۡﻤُﺒَﺬِّﺭِﻳﻦَ ﻛَﺎﻧُﻮٓﺍْ ﺇِﺧۡﻮَٲﻥَ ﭐﻟﺸَّﻴَـٰﻄِﻴﻦِۖ ﻭَﻛَﺎﻥَ ﭐﻟﺸَّﻴۡﻄَـٰﻦُ ﻟِﺮَﺑِّﻪِۦ ﻛَﻔُﻮﺭً۬ﺍ ‏( ٢٧ )
Artinya : (26) “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya ; kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menhamburkan (hartamu) secara boros. (27) Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada tuhannya. “ (QS Al Isra: 26-27)
3. Isi Kandungan
Pada ayat 26, dijelaskan bahwa selain berbakti, berkhidmat, dan menanamkan kasih sayang, cinta, dan rahmat kepada orang tua, itupun hendaknya memberi bantuan kepada kaum keluarga yang dekat karena mereka paling utama dan berhak untuk ditolong. Allah memerintahkan manusia untuk berbakti dan berbuat baik tidak hanya kepada orang tua saja, namun masih harus berbuat baik kepada tiga golongan lain,yaitu:
a. Kepada kaum kerabat
b. Kepada orang miskin
c. Kepada orang terlantar
Pada ayat 27, Allah mengingatkan bahwa betapa buruknya sifat orang yang boros. Mereka dikatakan sebagai saudara setan karena suka mengikuti dan sanagt penurut kepadanya. Orang yang boros bermakna orang yang membelanjakan hartanya dalam perkara yang tidak mengandung ketaatan.
B. Surah Al Baqarah Ayat 177
1. Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat oleh Abdurrazaq dari Ma’mar dan dari Qatadah serta riwayat Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abul aliyah menerangkan tentang kaum Yahudi yang menganggap bahwa yang baik itu salat menghadap ke barat, sedangkan kaum Nasrani mengarah ke timur sehingga turuklah Al Baqarah Ayat ini
2. Bacaan Surah Al Baqarah Ayat 177
Artinya: “Bukanlah kebaikan-kebaikan itu
menghadapkan ke wajah kamu kea rah timur dan
barat, tetapi kebaikan itu adalah barang siapa
yang beriman kepada Allah, hari akhirat,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan
memberikan harta yang dicintainya kepada para
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
musafir (yang membutuhkan pertolongan), orang-
orang yang meminta-minta, dan membebaskan
perbudakan, mendirikan salat, menunaikan
zakat, dan orang-orang yanmg memenuhi janjinya
bila mereka berjanji, dan orang-orang yang sabar
dalam menghadapi kesempitan, penderitaan,dan
pada waktu peperangan. Mereka itulah orang-
orang yang benar (imannya) dan mereka itulah
orang-orang yang bertaqwa. “ (QS. Al Baqarah:
177)
3. Isi Kandungan
Yang dimaksud denagn kebaikan pada
surah Al Baqarah Ayat 177 ini adalah beriman
kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat,
kitab-kitab, nabi-nabi dan senantiasa
mewujudkan keimanannya di dalam kehidupan
sehari-hari.
Contoh-contoh dari perbuatan baik tersebut
antara lain sebagai berikut.
a. Memberi harta yang dicintainya kepada
karib kerabat yang membutuhkannya.
b. Memberikan bantuan kepada anak yatim.
c. Memberikan harta kepada musafir yang
membutuhkan.
d. Memberi harta kepada orang-orang yang
terpaksa meminta-minta.
e. Memberikan harta untuk memerdekakan
hamba sahaya.
f. Menjalankan ibadah yang telah
diperintahkan Allah denagn penuh
keikhlasan.
g. Menunaikan zakat kepada orang yang
berhak menerimanya sebagaimana yang
tersebut dalam surah At Taubah Ayat 60.
h. Menepati janji bagi mereka yang
mengadakan perjanjian.
Akan tetapi, terhadap janji yang
bertentangan dengan hokum Allah
(syariat islam) seperti janji dalam perbuatan
maksiat, maka janji itu tidak boleh (haram)
dilakukan.
Nilai amal shaleh sangat erat kaitannya
denagn iman. Sebaliknya, amal saleh bila tidak
didasari dengan iman (bukan karena Allah),
maka dosa itu tidak bias ditebus dengan amal
saleh sebesar apapun sehingga perbuatan-
perbuatan baik yang telah dilakukan tidaka akan
bernilai (pahala) dan sia-sia. Al Quran dalam hal
ini menyatakan sebagai berikut.
a. Orang yang mati dalam kekafiran akan
dihapus amalannya.
b. Orang-orang yang musyrik akan dihapus
amalannya.
c. Amal perbuatan orang-orang kafir akan sia-
sia.
d. Orang kafir akan ditimpakan siksa di dunia
dan di akhirat.
e. Orang kafir dan musyrik akan dimasukkan
ke dalam neraka.
f. Orang yang tidak beriman kepada akhirat
hanya mendapatkan kehidupan dunia saja.
C. Penerapan Sikap dan Perilaku
Pencerminan terhadap Surah Al Isra ayat
26-27 dan Al Baqarah Ayat 177 dapat melahirkan
perilaku,antara lain sebagai berikut.
1. Bekerja dengan tekun untuk mencari
nafkah demi keluarga.
2. Suka menabung dan tidak pernah berlaku
boros meskipun memiliki banyak harta.
3. Menjauhi segala macam kegiatan yang sia-
sia dan menghabiskan waktu percuma.
4. Suka bersedekah, khusunya terhadap orang
yang kekurangan dimulai dari keluarga dan
tetangga terdekat.
5. Mempelajari ilmu agama dan mengamalkan
dalam kehidupan sehari-hari.
Muhammad sang pecinta kaum dhuafa
Dan oleh kasih Tuhanmu kamu pun
(Muhammad) bersikap lemah-lembut kepada mereka
(QS 3:159)
Demikian Tuhan sendiri menggambarkan
sifat-utama pesuruhnya. Bukan hanya itu, di dalam
kitab-suci-Nya Dia kabarkan:
Telah datang padamu seorang Pesuruh dari
(kalangan) dirimu sendiri. Dia merasa berat atas apa-
apa yang menimpamu, sangat menginginkan
(kesejahteraan) -mu, dan kepada orang-orang beriman
dia amatlah penyantun dan penyayang. (QS 9:128)
Kiranya, semua sifat penuh kasih dan
kelembutan itu adalah suatu kenyataan logis
mengingat Tuannya Muhammad s.a.w. itu telah
berfirman bahwa, ia (Muhammad) tak disuruh
kecuali untuk menebarkan kasih bagi alam dan
segenap penghuninya (QS 21:107). Ia adalah utusan
Yang Maha Pengasih dan Penyayang, ia adalah
suruhan Penopang dan Pemelihara alam
keseluruhan.Suatu kali sahabatnya mendengar ia
berkata: ”Orang-orang yang saling mencinta karena
mengakui Kebesaran-Nya, hidupnya akan penuh
cahaya, sehingga bahkan para nabi dan syuhada iri
kepadanya.” Memang, ”tak akan masuk surga …
kecuali kalian saling mencinta,” begitu
dinasihatkannya.
Biografinya penuh dengan kisah-kisah
fantastis yang mendemonstrasikan sifat penuh cinta-
kasih seperti itu. Juga kepada anak-anak. Dia
dikenal tak tahan mendengar tangis anak-anak;
sebaliknya, orang melihatnya senang menggendong
dan memboncengkan mereka di atas untanya. Dia
senang menciumi anak-anak sehingga, ketika
seorang badui mengecamnya karena
mempertunjukkan sikap yang katanya kurang ”laki-
laki”, dengan agak kesal dia menukas: ” Siapa yang
tidak mengasihi tak akan dikasihi.”Keprihatinannya
terhadap nasib para janda juga sudah merupakan
bahan standar dalam uraian-biografisnya. Dia
jadikan upaya mengurusi kaum yang lemah ini
sebagai insentif untuk meraih surga, sebagaimana
menyantuni anak yatim adalah bukti integritas
keagamaan seseorang. Yang tak pernah dia lupakan,
kapan saja ia bertemu anak-anak tanpa ibu-bapa ini,
adalah mengusap-usap kepala mereka. Katanya:
” Orang yang menyantuni anak yatim akan bersamaku
di surga, seperti jari telunjuk dan jari tengah .”
Berkiprah di tengah-tengah kaum dhu’afa ,
belajar dari Nabi ini, adalah tak kurang daripada
perjalanan spiritual untuk menemui-Nya. Katanya:
” Temui (Dia) di tengah-tengah mereka .”
Meski perbudakan adalah sesuatu yang lazim
di masanya, perlakuan Muhammad s.a.w. kepada
mereka tak beda dengan terhadap manusia merdeka.
Seorang budak perempuan yang bersedih karena
menghilangkan uang belanja majikannya
membuatnya mau menunda aktivitasnya. Digantinya
uang yang hilang, diantarnya si budak ke pasar
untuk membeli barang suruhan majikannya, dan
ditemaninya pulang ke rumah demi menghindarkan
kemarahan sang tuan akibat keterlambatan yang
lama. Begitu baiknya ia kepada budaknya sendiri,
Zaid ibn Haritsah, sehingga sang budak tetap
memilih tinggal bersamanya bahkan ketika ia
hendak diserahkan kembali kepada orangtuanya
sebagai manusia merdeka. Kata sang budak,
sepanjang hidupnya Muhammad tak pernah
menunjukkan kekesalan kepadanya.
Rasa pemaafnya nyaris tanpa batas. Dia
menjenguk musuh yang terus menghina dan
menyiraminya dengan kotoran ketika si musuh
didapatinya terbaring sakit. Dia menyuapi Yahudi
tunanetra yang setiap hari mencacinya. Dan dia
memberikan amnesti tanpa syarat kepada kaum
penindas Makkah yang telah berupaya
menyengsarakan hidupnya, justru ketika dia bisa
melakukan apa saja setelah menaklukkan mereka.
Ketika Jibril bertanya, apakah Nabi mau agar ia
(Jibril) jatuhkan gunung kepada orang-orang yang
menganiayanya di Tha’if, dia malah memintakan
ampun atas merka. ”Karena mereka tidak mengerti ,”
katanya.
Tak hanya ketika di dunia saja Muhammad
mempersembahkan hidupnya untuk manusia. Di
ranjang-kematiannya, kata-kata yang terus terucap
adalah: ” Umatku … umatku ….” Bahkan, dikabarkan
bahwa, kelak di padang mahsyar sana, ketika semua
orang bukan alang-kepalang kebingungan dan
ketakutan, ketika ibu-ibu pun melupakan anak-
anaknya karena dahsyat dan mencekamnya suasana,
yang dia lakukan adalah memanggil semua orang –
termasuk para pendosa: ”Halumma … halumma …
( Kemarilah … kemarilah …). Biar aku berikan
syafa’atku kepadamu, agar Tuhan mengampuni dosa-
dosamu.”
Begitu kasihnya Muhammad pada manusia
sehingga dia katakan bahwa Tuhannya ada bersama
orang-orang lemah, orang-orang yang hancur
hatinya, orang-orang lapar, orang-orang yang
terasing dan kesepian, dan orang-orang sakit.
Bahkan, tak ada Islam yang lebih utama ketimbang
menyantuni mereka.
”Apakah Islam yang paling baik itu?” ia
ditanya.
”Islam yang paling baik adalah memberi
makan orang yang lapar dan menebarkan kedamaian
di tengah orang-orang yang kau kenal maupun yang
asing ,” jawabnya.
Suatu kali ia pun mengajar kita: ”Barangsiapa
menyayangi apa-apa yang ada di bumi, dia akan
disayangi Yang di Langit.”
Kedermawanan-hatinya tak mengecualikan
manusia, bahkan makhluk lain yang bukan
manusia. Sudah terkenal perintahnya agar manusia
tak merusak tetumbuhan, meskipun dalam kecamuk
perang. Pernah dia kabarkan pula ihwal seorang
pelacur yang diampuni dosa-dosa-kejinya hanya
karena memberi minum seekor anjing yang
kehausan. Hingga sabdanya: ” Dalam setiapyang di
dalamnya melata kehidupan, ada ganjaran .”Kepada
orang kafir pun tak kurang-kurang ia luapkan
kedermawanan hatinya. Setidaknya ini kisah
Jalaluddin Rumi dalam Matsnawi -nya : (makhluk)
Seorang kafir mengunjungi Nabi, dan Nabi
pun menjamunya. Sebagaimana kebiasaan orang-
orang yang hanya percaya dunia, dia makan dengan
”tujuh perut”-nya. Tapi bukan itu saja. Setelah
mengenyangkan dirinya, dia berbaring di ruang
tamu, dan mengotori kain linen, milik Nabi,
tempatnya berbaring. Malah akhirnya dia
menyelinap keluar rumah begitu saja sebelum fajar
menjelang. Ketika ia terpaksa kembali untuk
mengambil barangnya yang tak sengaja tertinggal di
rumah Nabi, didapatinya manusia mulia ini sedang
mencuci kain linen itu dengan tangannya sendiri,
tanpa sedikit pun menunjukkan kekesalan kepada si
kafir.
Memang, tak ada yang bisa ragu,
Muhammad s.a.w. menjadikan jalan terpendek
untuk bertemu Tuhan kita, tidak pada sekadar
ibadah ritual belaka, bahkan tidak pada latihan-
latihan mistik individual saja, melainkan pada
besarnya cinta kita. Cinta kepada Tuhan Sang Maha
Cinta, dan cinta pada sesama manusia.