SAUDARIKU yang dirahmati Allah Swt., berjilbab saat ini mulai digandrungi kaum hawa.
Bisa jadi ada yang hanya ikut-ikutan trend atau juga yang memang memahami dan ingin melaksanakan perintah-Nya.
Berbagai jenis dan model jilbab saat ini banyak didapati, ada yang sesuai dengan syariat ada juga yang tidak.
Bahkan terbilang syubhat jika dipakai, jilbab memang digunakan tapi tidak terhulur sampai ke dada serta bagian kaki malah tampak ketat dan terlihat.
Banyak kaum hawa yang menyangka bahwa tidak memakai jilbab adalah dosa kecil.
Yang dapat tertutupi dengan pahala yang banyak dari shalat, puasa, zakat dan haji yang mereka lakukan.
Ini adalah cara berpikir yang salah dan harus diluruskan.
Kaum wanita yang tidak memakai jilbab, tidak saja telah berdosa besar kepada Allah, tetapi telah hapus seluruh pahala amal ibadahnya.
Seperti yang termaktub dalam firman Allah SWT;
“….. Barang siapa yang mengingkari hukum-hukum syariat Islam sesudah beriman, maka hapuslah pahala amalnya bahkan di akhirat dia termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Maidah: 5).
Na’udzubillah. Semoga kita terjauh dari adzab Allah SWT, ada sebuah kisah menggetarkan tentang seorang perempuan yang menganggap bahwa dosa meninggalkan jilbab itu adalah dosa kecil.
Ada seorang wanita yang dikenal taat beribadah. Ia kadang menjalankan ibadah sunnah.
Hanya satu kekurangannya, ia tak mau berjilbab. Menutup auratnya.
Setiap kali ditanya ia hanya tersenyum dan menjawab, ”Insya Allah yang penting hati dulu yang berjilbab”.
Ini adalah jawaban yang sering terdengar dari kaum Hawa. Sudah banyak orang menanyakan maupun menasihatinya, tapi jawabannya tetap sama.
Hingga di suatu malam, ia bermimpi sedang di sebuah taman yang sangat indah. Rumputnya sangat hijau, berbagai macam bunga bermekaran.
Ia bahkan bisa merasakan segarnya udara dan wanginya bunga. Sebuah sungai yang sangat jernih hingga dasarnya kelihatan, melintas dipinggir taman. Semilir angin pun ia rasakan di sela-sela jarinya.
Ia tak sendiri. Ada beberapa wanita disitu yang terlihat juga menikmati keindahan taman. Ia pun menghampiri salah satu wanita.
Wajahnya sangat bersih seakan-akan memancarkan cahaya yang sangat lembut.
“Assalamu’alaikum, Saudariku….”
“Wa’alaikum salam. Selamat datang, Saudariku.”
“Terima kasih. Apakah ini surga?”
Wanita itu tersenyum. “Tentu saja bukan, Saudariku. Ini hanyalah tempat menunggu sebelum ke surga.”
“Benarkah? Tak bisa kubayangkan seperti apa indahnya surga jika tempat menunggunya saja sudah seindah ini.”
Wanita itu tersenyum lagi, ”Amalan apa yang bisa membuatmu kemari, Saudariku?”
“Aku selalu menjaga waktu shalat dan aku menambahnya dengan ibadah sunnah.”
“Alhamdulillah…”
Tiba-tiba jauh di ujung taman ia melihat sebuah pintu yang sangat indah. Pintu itu terbuka. Dan ia melihat beberapa wanita yang berada di taman mulai memasukinya satu-persatu.
“Ayo kita ikuti mereka,” kata wanita itu setengah berlari.
“Ada apa di balik pintu itu?” katanya sambil mengikuti wanita itu.
“Tentu saja surga, Saudariku,” larinya semakin cepat.
“Tunggu…tunggu aku…” teriak si wanita itu. Dia berlari namun tetap tertinggal, padahal wanita itu hanya setengah berlari sambil tersenyum kepadanya.
Ia tetap tak mampu mengejarnya meski ia sudah berlari. Ia lalu berteriak, “Amalan apa yang telah kaulakukan hingga engkau begitu ringan?”
“Sama dengan engkau, Saudariku,” jawab wanita itu sambil tersenyum
Wanita itu telah mencapai pintu. Sebelah kakinya telah melewati pintu.
Sebelum wanita itu melewati pintu sepenuhnya, ia berteriak pada wanita itu. “Amalan apalagi yang ka lakukan yang tidak kulakukan?”
WANITA itu menatapnya dan tersenyum. Lalu berkata, “Apakah kau tak memperhatikan dirimu, apa yang membedakan dengan diriku?”
Ia sudah kehabisan napas, tak mampu lagi menjawab.
“Apakah kau mengira Rabbmu akan mengijinkanmu masuk ke Surga-Nya tanpa jilbab menutup auratmu?”
Tubuh wanita itu telah melewati pintu.
Tapi tiba-tiba kepalanya mengintip keluar, memandangnya dan berkata, ”Sungguh sangat disayangkan amalanmu tak mampu membuatmu mengikutiku memasuki surga ini untuk dirimu.
Cukuplah surga hanya sampai hatimu karena niatmu adalah menghijabi hati.”
Ia tertegun lalu terbangun, beristighfar lalu mengambil air wudhu.
Ia tunaikan shalat malam. Menangis dan menyesali perkataannya dulu. Berjanji pada Allah sejak saat itu ia akan menutup auratnya.
Saudariku, “Sesungguhnya seorang mukmin dosanya itu bagaikan bukit besar yang kuatir jatuh padanya, sedang orang kafir memandang dosanya bagaikan lalat yang hinggap di atas hidungnya.”
Sekarang kaum wanita yang tak mau berjilbab, dapat menanyakannya ke dalam hati nurani mereka masing-masing.
Apakah terasa berdosa bagaikan gunung yang sewaktu-waktu jatuh menghimpitnya atau bagaikan lalat yang hinggap dihidung mereka?
Kalau kaum wanita yang tak mau memakai jilbab, menganggap enteng dosa mereka bagaikan lalat yang hinggap dihidungnya, maka tak akan bertobat di dalam hidupnya.
Atau dalam perkataan lain tidak ada perasaan takut kepada Allah, sebab itu mereka kekal didalam neraka. Dan mereka tak akan mendapatkan syafaat atau pertolongan Nabi Muhammad SAW nanti di akhirat.
Sesungguhnya banyak kaum wanita yang hapus pahala shalatnya yang hidup di zaman ini dan di zaman yang akan datang.
Semata-mata karena mereka tidak memakai jilbab didalam hidup mereka.
Telah diisyaratkan Nabi Muhammad SAW dikala hidup beliau sebagaimana bunyi hadits dibawah ini yang artinya sebagai berikut:
“Ada satu masa yang paling aku takuti, dimana ummatku banyak yang mendirikan shalat, tetapi sebenarnya mereka bukan mendirikan shalat, dan neraka jahanamlah bagi mereka”.
Dari hadits diatas, ada sepenggal kalimat “sebenarnya bukan mendirikan shalat” maksudnya ialah nilai shalat mereka tidak ada di sisi Allah.
Karena telah hapus pahalanya disebabkan kaum wanita mengingkari ayat tentang perintah jilbab.
Begitulah Nabi Muhammad SAW memberi peringatan kepada kita semua, bahwa banyak ummatnya dari kaum wanita yang masuk neraka biarpun mereka mendirikan shalat, tetapi tidak memakai jilbab semasa hidupnya.
Apakah kita yang mengaku mencintai sesama ummat Nabi Muhammad SAW akan diam berpangku tangan membiarkan kaum wanita berada dalam dosa yang bergelimpangan? Tentu tidak.
Mari saling mengingatkan.
0 Post a Comment:
Posting Komentar