Sabtu, Desember 04, 2021

Ban Depan Meledak

  Ban Depan Meledak

Duarr grobyak sruaaaak ! Itulah penggalan ingatan dari sebuah peristiwa yang sempat teringat oleh kang Qomar di malam itu.


Kejadian itu berawal saat Ia akan berangkat memenuhi undangan pengajian di desa sebelah.


Dalam perjalananya malam itu tiba-tiba diwarnai mendung hitam dan angin kencang yang seakan berada di atas pecinya.


Seketika dalam benak pria ini terbesit untuk menggeber gas motornya, dengan harapan agar bisa sampai di tempat pengajian dengan tidak kehujanan.


Tak ayal lagi melesatlah motor pria yang tak muda lagi itu bak pembalap, yang seakan ingin beradu cepat dengan angin yang bergemuruh mengiringi datangnya hujan malam itu.


Sampai-sampai Omi dan Nanang yang mengikutinya ketinggalan jauh di belakang tak mampu mengejar motor stengah tua yang ditunggangi kang Qomar.


Dalam gelap malam dipenghabisan hutan tiba-tiba "duarrr grobyak sruaaaaak", ban motor kang Qomar meledak setelah menendang lubang jalan cor yang rusak dan kemudian akhirnya pun membuatnya jatuh.


Tak berapa lama kemudian Omi dan Nanang sampai di tempat kejadian, dan melihat orang yang di kawalnya jatuh terkapar bersimbah darah tertindih motor.


Sambil meneteskan air mata secara perlahan mereka berdua berusaha mengangkat motor dan menolong pria humoris yang kini terlihat meringis menahan rasa sakit yang semakin kritis untuk mendapatkan perawatan medis atas luka yang ada pada tubuhnya.


Selang beberapa lama sampailah kang Qomar di rumahnya, dan dia merasa kaget setelah melihat saudara dan tetangga mengelilinginya, dalam hatinya bertanya-tanya, apa gerangan yang sedang terjadi pada dirinya di malam itu ?


Lebih kaget lagi banyak dari para jamaah pengajian yang sedianya akan ia datangi malam itu berkumpul ada di sekitarnya.


Dan semakin kaget lagi setelah dia melihat kakinya sebelah kanan terasa berat dan dililit perban.


Secara perlahan kesadaran pria ini  pulih, mulailah kepingan ingatanya terkumpul lengkap dalam benaknya, barulah ia ingat akan kejadian di awal malam itu, bahwa dia tidak jadi menghadiri undangan pengajian karena jatuh kecelakaan dalam perjalanan berangkat.


"Semoga kang Qomar segera sembuh dari berbagai sakitnya", doa dan pengharapan dari para pengasihnya setiap hari masuk melalui pesan WhatsApp nya.


Mulai malam itu dan hari-hari berikutnya Sosok yang biasanya terlihat tegar kini harus terkapar menikmati dan menjalani kehidupannya di atas ranjang bersama keluarga dan teman serta saudara tercintanya  sampai hampir dua bulan lamanya.


Mulai saat itu berlanjut kehari berikutnya seakan Tuhan memberikan remidi materi kajian yang mungkin diabaikan kang Qomar di hari sebelumnya.


Mulai malam itu berlanjut kehari berikutnya sosk yang dikenal sebagai kader militan ini menjalani proses penyembuhan, bukan hanya penyembuhan luka di kakinya tapi sekaligus luka di hatinya.


Luka akibat keangkuhan diri yang berakibat membuat sakit di hati dan melumpuhkan pikiran, sehingga tak mampu melihat dan mensyukuri kebaikan orang terkasih yang diterima dan dirasakan setiap waktu selama ini.


Berbagai macam kemudahan dalam mendapat kenikmatan Tuhan hanya berlalu begitu saja tanpa ada rasa ingin untuk mentadaburi, namum bahkan terkadang sering mengingkari.


Dalam masa penyembuhan itu kang Qomar juga disajikan sebuah kajian robani berupa insan-insan  kamil yang tak henti hentinya menunjukkan uswahnya.


Orang-orang biasa yang sangat menghargai pertemanan, persahabatan dan persaudaraan yang dilakukan dengan cara yang sangat luar biasa.


Dari rangkaian peristiwa yang dilaluinya ditemukan sebuah inti pengajaran bahwa ketulusan dalam menjalankan sebuah amaliah terlebih sebuah perjuangan,  haruslah menjadi pondasi utama, bukan sekedar basa basi penghias aksi.


Dalam hal tulus ini dia bukan mau berilusi  tentang ahlaq suci para sufi, karena hal itu terlalu tinggi untuk sekadar di bicarakan oleh orang sekelas kang Qomar.


Namun ada pesan istimewa baginya dalam memaknai pentingnya ketulusan dalam setiap perjuangan yang di lakukan.


Yakni adanya perasaan damai dan ketenangan di saat terjadi hal fatal yang tidak diinginkan, serta adanya kesadaran bahwa sesungguhnya yang terjadi adalah bagian dari apa yang dia cita-citakan.


Atau setidaknya dapat disadari  senyatanya di saat terjadi kondisi seperti itu akan menjadi tidak pantas bila mengeluh, atau mengaduh pada selain diri sendiri dan Tuhannya.


Dalam hening mujahadah kesembuhanya, kang Qomar menemukan buliran bening mengalir dari kedua matanya yang selama ini telah lama mengering karena tertimpa dan tertempa oleh panasnya api ambisi duniawi.


Buliran bening itu mengalir membasahi pipi sekaligus membasuhi hati, membasuh angkuh dan menyeka tulus agar tak lagi mudah putus.


Dalam hening itu ia dapatkan pengajaran akan pentingnya ketulusan dalam menjadi pondasi utama sebuah perjuangan, yang bukan hanya sekedar teori yang menghias dalam setiap orasi, namun harus benar benar kuat menghujam tertancap dalam hati sanubari yang menyatu dalam setiap aksi.


#dbc