Minggu, Juli 31, 2011

Pondok Pesantren Daarul Rahman


PDFCetak
Kamis, 06 November 2008

Image

Kesejukan di Jantung Jakarta
Posisi Pondok Pesantren berada di pusat bisnis Sudirman ini bukan hanya memberikan nilai strategis kepada Pondok Pesantren, itulah nilai tambah Pondok Pesantren Daarul Rahman yang berada di Kota metropolitan DKI Jakarta yang kebetulan juga beralamat di Jl. Senopati Dalam II No. 35 A Kebayoran baru Jakarta Selatan.

Keberadaan ponpes di sini merupakan cermin bahwa sisi gelap masyarakat perkotaan, sekaligus tantangan bagi para santri untuk lebih kuat menghadapi tentang zaman yang semakin keras ini.

Pesantren Daarul Rahman memang sedang berusaha menjawab tuntutan kebutuhan dan kemajuan zaman dengan cara meningkatkan kualitas pendidikan dan pengembangan untuk senantiasa berbakti kepada masyarakat.

Perpaduan Antara Sistem Salaf dan Modern
Pendiri Pesantren tersebut adalah KH. Syukron Ma’mun seorang lulusan sekolah guru di Madura yang kemudian anak kedua dari 14 bersaudara lebih memilih memperdalam agama Islam.

Pada awalnya beliau menimba ilmu selama dua tahun di Pesantren Salafiyah, Pasuruan Jawa Timur kemudian ia melanjutkan pendidikan dan mengabdi di Pesantren Gontor, Ponorogo selama sembilan tahun sambil kuliah di Insitut Darusalam, di kota yang sama.

Kyai Syukron bercita-cita ingin memadukan pendidikan agama modern dengan pendidikan agama salafi yang membahas kitab kuning. Dari Gontor ia memperoleh kemahiran berbahasa Arab dan berbahasa Inggris serta cara-cara berorganisasi. Sedangkan dari Salafiah ia mendalami kitab-kita kuning.

Maka pada 11 Januari 1975, KH Syukron Ma’mun di bantu kawan-kawannya; KH. Untung Ghozali BA, KH. Mansyuri Baidlowi, MA. Ust. Nuharzim BA, KH. Kadir Rahaman, KH Abdurahman Naidi dan H. Muhammad Noor Mughi mendirikan Pondok Pesantren. Berdasarkan pengalamannya di kedua Pesantren itulah maka kyai Syukron menggabungkan model classical ala pesantren Gontor dan model Salafiyah.

Dengan begitu santri-santri yang belajar di Daarul Rahman memperoleh kemahiran berbahasa Arab dan berbahasa Inggris serta cara-cara berorganisasi. Sekaligus juga mendalami kitab-kitab kuning.

Sejak berdiri pada tahun 1975, pesantren ini sudah menerapkan perpaduan antara sistem klasikal dengan sistem salaf. Sistem classical yang diadopsi dari pesantren, misalnya pada pagi hari mulai pukul 06.30 sampai 07.10 semua santri melakukan percakapan di halaman sekolah dengan menggunakan bahasa resmi pokok yaitu Bahasa Arab dan Bahasa Ingris.

Waktu belajar di sini sangat padat, pada pukul 07.20 sampai 12.40 di laksanakan proses belajar mengajar formil di dalam kelas. Lalu pada siang harinya sampai pukul 15.00 santri kelas I dan II Tsanawiyah mengikuti kursu bahasa Inggris.

Selanjutnya pada sore harinya sistim salafi di berlakukan, pada pukul 16.00 hingga pukul 17.30 santri kelas II Tsanawiyah sampai kelas III Aliyah belajar kitab kuning di kelas. Hanya saja proses belajar mengajar ini tidak bandongan atau sorogan seperti pesantren salaf pada umumnya.

Lalu selepas shalat maghrib sampai isya’ santri Tsanawiyah membaca Al-Qur’an di bawah bimbingan para ustadz. Tapi bukan berarti santri dari kelas lain istirahat, karena mereka belajar kitab kuning lagi.

Pukul 20.00 masuk kelas lagi sampai pukul 22.30. Lalu setelah itu bisa istirahat, tidur sampai datang waktu subuh. Kemudian ba’da subuh kelas I belajar kitab kuning di kelasnya masing-masing.

Daarul Rahman memang menggunakan kurikulum sendiri dan tidak ikut kurikulum Nasional. Komposisi mata pelajaran adalah 75% ilmu agama dan 25% ilmu pengetahuan umum.

Dulu santri tidak ikut Ebtanas (UAN). Ijazah yang di keluarkan oleh pesantren ini tidak diakui oleh pemerintah Orde Baru. Demikianlah yang terjadi sampai menteri pendidikan nasional di zaman reformasi, Malik Fajar, mengeluarkan SK bahwa Darul Rahman tidak mengikuti kurikulum pemerintah, tidak usah ikut ebta/ebtanas/UAN. Cukup menjalankan kurikulum yang ada di pondok, tapi ijazahnya di samakan sebagai ijazah negeri.

Perkembangan
Tanah di Jl. Senopati II nomor 35 B itu semula adalah milik H. Abdurrahman Naidih. Lalu pada tahun 1971 di wakafkan untuk pendirian cikal bakal pesantren Daarul Rahman. Pada awalnya KH. Syukron Ma’mun mengelolah Madrasah Ibtidaiyyah .

Madrasah inilah yang kemudian berkembang menjadi pondok pesantren. KH. Syukron Ma’mun anak kedua dari 14 bersaudara dan beristrikan betawi asli, sejak tahun 1975 mendirikan sekaligus mengasuh Pondok Pesantren Daarul Rahman.

Sistem pendidikan dan pengajaran yang di selenggarakan di Pondok Pesantren Daarul Rahman adalah swasta penuh. Tidak terikat dengan kurikulum Depdiknas dan Depag.

Santri yang belajar di sini berasal dari seluruh penjuru tanah air, dari Sabang sampai Merauke, bahkan ada yang dari Malaysia.

Demi melihat animo yang bergitu besar maka pimpinan Daarul Rahman berusaha sekeras mungkin mengembangkan lembaga pendidikan ini. Setelah sekian lama, akhirnya di bangunlah dua kampus baru dan di buka pada tahun ajaran 2006-2007.

Kampus Daarul Rahman II seluas 8 ½ hektar di Kampung Jambu Desa Sibanteng Leuwiliang Bogor. Kampus Daarul Rahman III di Depok dengan sistem pendidikan SMP dan SMA plus.

Secara keseluruah pesantren tersebut kini memiliki 1485 santri/santriwati dan 90 pengajar dengan jenjang pendidikan mulai dari Tsanawiyah hingga Aliyah.

Pesantren dan Fenomena Perkotaan
Jarang ada Pesantren di tengah kota, apalagi di pusat usaha seperti ini. Pada awal pendiriannya, lokasi Pesantren yang merupakan wakaf dari H Abdurraham Naidi itu masih termasuk perkampungan. Namun karena cepatnya perkembangan maka pada tahun 80-an kawasan ini menjadi kawasan emas.

Meskipun kawasan ini sangat ramai, tapi pihak pengasuh dengan tegas menerapkan peraturan yang ketat bagi santrinya agar tidak terkontaminasi dengan dunia gemerlap ibu kota yang memang berdekatan dengan lingkungan ini. Di dekat sini banyak pusat-pusat hiburan; kafe, diskotik dan berbagai tempat hiburan malam. Ini menjadi tantangan bagi kami agar tetap dapat menjaga akhlak dan tetap pada jalur ilmu yang kami pelajari.

Walaupun temasuk kawasan metropolis, namun masyarakat di lingkungan sekitar pesantren masih termasuk masyarakt santri. Penduduk di dekat pesantren ini dari dulunya sudah akrab degan nilai-nilai spiritual.

Dan pengasuh pondok sama sekali tidak menjauhkan diri dari mereka. Pak kiyai terutama pada bulan Ramadlan memberikan pelajaran kepada masyarakat umum.

Seyogyanya memang terjadi kerja sama pihak pesantren dan masyarakat sekitarnya. Itulah yang ingin diwujudkan nanti. Ilmu yang dipelajari dari kitab kuning itulah ilmu fiqih yang harus diajarkan ke masyarakat. Keterikatan dengan masyarakat apalagi di perkotaan seperti ini harus erat.

Santri Daarul Rahman harus bisa bekerja sama denga penduduk di Senopati terutama dalam penyelenggaraan Maulid dan pengajian lain.

Menurut pandangan umum, ada pengetahuan mendasar yang harus di sampaikan secara langsung atau bil hal kepada masyarakat. Misalnya hal-hal kecil seperti men-sholatkan jenazah. Masyarakat Senopati II biasa menyelenggarakan di Pesantren yang di asuh olek KH. Syukron Ma’mun tersebut.

Menilik posisi yang strategis itu, maka pihak pengelola pesantren ini lebih memilih pendidikan sistem tertutup bagi santrinya, santri tidak boleh keluar sembarangan. Untuk itulah diadakan kegiatan ekstra kurikuler yang cukup padat. Setiap hari sabtu siang dan malam minggu ada muhadhoroh atau latihan berpidato secara rutin.

Pada tahun 2006 pesantren ini menjadi juara umum Gebyar Pentas Jam’iyyah islamiyah se- DKI, menjadi wakil DKI di lomba pidato bahasa Inggris antar pesantren tingkat nasional dan mendapatkan juara 2. Pada tahun 2006 ini kami menjadi juara harpan 1 dalam lomba baca kitab kuning antar pesantren. (diolah dari berbagai sumber)

0 Post a Comment: